Keberadaan institusi Majelis Permusyawaratan Rakyat [MPR] dalam sistem dan politik hukum Indonesia era Reformasi sesungguhnya telah kehilangan eksistensinya. Ini disebabkan MPR pada era Orde Lama dan Orde Baru merupakan alat bagi kekuasaan (penguasa) untuk menjastifikasi kebenaran dalam mempertahankan rezim yang berkuasa. Sementara pada era Reformasi yang telah merubah politik hukum [reformasi politik hukum], MPR secara keseluruhan hanyalah institusi produk pemilih demokrasi yang ‘setengah aspiratif’, demokrasi perwakilan daerah yang tidak dapat secara langsung membuat dan menghasilkan regulasi [undang-undang]. Berdasarkan pada latar belakang yang dikemukakan, tulisan ini bertujuan untuk [i] Menjelaskan kedudukan MPR sebagai institusi negara dalam sistem dan politik hukum Indonesia; [ii] Menjelaskan kedudukan Ketetapan MPR dalam hirarki [struktur] Politik Hukum Indonesia. Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya tulisan ini menyimpulkan dua hal. Pertama, sebagai institusi yang ‘setengah aspiratif’, MPR memiliki fungsi dan kewenangan sebagai ‘hakim permusyawaratan rakyat’ dalam menentukan [baik, buruk dan gagal atau berhasil] penyelenggaraan kedaulatan hukum pada masa depan. Kedua, oleh karena menjadi ‘hakim permusyawaratan rakyat’, maka produk hukum MPR dalam hirarki hukum jika UUD sebagai Konstitusional-Filosofis, maka Ketetapan [TAP] MPR dapat menjadi Legal-Konstitusional-Sosiologis sebagai landasan Menimbang dalam pembuatan kebijakan (ragulasi) terkait hal-hal yang khusus demi kemaslahatan rakyat.
CITATION STYLE
Albintani, M. (2015). Quo Vadis MPR RI: Antara Eksistensi dan Legalitas Produk? Nakhoda: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 14(2), 73. https://doi.org/10.35967/jipn.v14i2.6176
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.