Menyorot perilaku ulama sesungguhnya tidak melulu harus memusatkannya pada sosok ulama itu sendiri, tetapi bagaimana pengikut ulama tersebut mengartikulasikan perbawa keulamaannya dalam suatu tradisi. Sehingga penelitian ini pun hadir mengetengahkan hasil wawancara, observasi dan studi dokumen, yang diolah secara dekripsitif dalam prinsip penelitian kualitatif dengan pendekatan biografi kehidupan. Pemilihan ulama AGH. Huzaifah sebagai fokus gagasan dilakukan untuk menunjukkan bagaimana kuatnya pengaruh ulama tersebut bagi pengikutnya, khususnya atas lahirnya tradisi santri dalam menghafal Alquran di Lembaga Penghafal Alquran (Qismul Huffadz) Biru Bone. Tradisi tersebut secara filosofis bukan hanya erat kaitannya dengan proses penghafalan Alquran semata, tetapi juga menjadi penguat jati diri santri selaku anak bangsa yang ikut mewujudkan cita-cita pendidikan nasional dalam menjadi masyarakat yang bertakwa kepada Allah dan berakhlak mulia. Sebagaimana terkesan dalam tradisi mangolo yang mengandung aroma perbawa keulamaan yang menghadirkan nuansa makkanre guru (menimba ilmu dari sang guru) yang menjadi ijab qabul (proses serah terima) bahwa seorang santri telah memperoleh restu dan ridha dari sang guru akan ilmu yang diperolehnya. Di mana untuk sampai ke tingkatan mangolo seorang santri terlebih dahulu harus melalaui fase mappalolo, yang prakteknya juga sangat sarat dengan makna dan pesan untuk pengenalan diri. Proses mappalolo diapit oleh appejeppu dan mappalengngo. Appejeppu adalah kata kedalaman sebuah proses pengenalan diri yang hakikatnya mengenal Sang Pencipta. Kata Kunci: AGH. Huzaifah, Tradisi Santri, Qismul Huffadz, Pesantren Biru.
CITATION STYLE
Subair, M. (2018). AGH. Huzaifah dalam Pusaran Tradisi Santri di Qismul Huffadz Pesantren Biru Bone. PUSAKA, 6(2), 129–154. https://doi.org/10.31969/pusaka.v6i2.48
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.