ABSTRAK Ketentuan mengenai keputusan fiktif positif dalam Pasal 53 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan mengalami perubahan yang signifikan dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Perubahan tersebut melingkupi 3 hal yaitu batas waktu pengabulan permohonan keputusan fiktif positif, permohonan atas keputusan berbentuk elektronis, dan hapusnya Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai lembaga yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara fiktif positif. Perubahan tersebut juga memicu adanya suatu permasalahan hukum, dalam hal ini adalah terdapat kekosongan pengaturan terhadap lembaga pemutus fiktif positif dan kerancuan pemberlakuan keputusan fiktif positif yang diubah dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Akibat yang timbul dari hal tersebut adalah ketidakpastian pelaksanaan dari aturan hukum keputusan fiktif positif sejak diubah dengan Undang-Undang Cipta Kerja. Mengacu pada hal tersebut, maka Penulis akan melakukan analisis terhadap konsep dan kedudukan dari keputusan fiktif positif sejak pengundangan Undang-Undang Cipta Kerja dan keberlakuan hukum dari keputusan fiktif positif sejak pengundangan Undang-Undang Cipta Kerja. Kedua analisis tersebut akan dikaji dengan metode penelitian hukum serta menggunakan pendekatan konseptual dan peraturan perundang-undangan. Analisis berdasarkan metode tersebut menunjukkan bahwa konsep keputusan fiktif positif dalam Undang-Undang Cipta Kerja tetap mengabulkan berdasarkan hukum permohonan Keputusan Tata Usaha Negara jika telah melampaui waktu yang telah ditentukan, namun lembaga yang menentukan keberlakuan dari keputusan tersebut tidak lagi menjadi wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara. Berdasarkan hal tersebut, maka pengaturan terhadap lembaga yang berwenang untuk menetapkan keputusan fiktif positif tetap harus ada, karena lembaga tersebut berperan sebagai pemberi legalitas atas permohonan Keputusan Tata Usaha Negara yang dikabulkan secara hukum. ABSTRACT Regulation of fictious administrative approval in Article 53 of Law Number 30 year 2014 concerning ‘Administrasi Pemerintahan’ underwent significant changes in Law Number 11 year 2020 concerning ‘Cipta Kerja’. These changes cover 3 things, namely the deadline for granting applications for fictious administrative approval, applications for electronic decisions, and the abolition of the State Administrative Court as the institution that examine and decide on fictitious positive cases. This change also triggers a legal problem, in this case there is a law vacuum for positive fictitious termination agencies and ambiguity in the implementation of positive fictitious decisions that have been amended in the ‘Cipta Kerja’ Law. The consequence that arises is the uncertainty of the implementation of the fictious administrative approval since it was amended by the ‘Cipta Kerja’ Law. Based on this, the author will analyze the concept and position of fictious administrative approval and the legal validity of fictious administrative approval since the enactment of the ‘Cipta Kerja’ Law. Both analyzes will use legal research methods with a statute and conceptual approach. The analysis based on this method shows that the concept of fictious administrative approval in the ‘Cipta Kerja’ Law still grants based on the law for the application for a State Administrative Decision has passed the specified time, but the institution that determines the validity of that decision is no longer the authority of the State Administrative Court. Based on this, the regulation on the institution authorized to determine positive fictitious decisions must still exist, because the institution acts as the legal basis for the request for a State Administrative Decision which is legally granted.
CITATION STYLE
Andika Risqi Irvansyah. (2022). KEDUDUKAN HUKUM KEPUTUSAN FIKTIF POSITIF SEJAK PENGUNDANGAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA. JAPHTN-HAN, 1(2). https://doi.org/10.55292/japhtnhan.v1i2.31
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.