Dalam tradisi masyarakat Gowa, terdapat dua tradisi sumpah sakral, yaitu Angngaru Tumanurung—ikrar Sombayya (raja) kepada rakyat—dan angngaru tubarani—ritual sumpah prajurit kepada Sombayya. Artikel ini membahas secara khusus mengenai Angngaru Tubarani. Tradisi Angngaru Tubarani (selanjutnya baca angngaru) dewasa ini dimaknai ulang sebagai bentuk kebutuhan pertunjukan. Artikel ini berusaha melihat proses perubahan bentuk dan makna angngaru dari ritual menjadi komoditas pertunjukan budaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi budaya dengan metode wawancara langsung dengan praktisi angngaru dan studi kepustakaan. Artikel ini melihat bahwa perubahan makna angngaru tidak terlepas dari perubahanperubahan sosial dan ekonomi dalam masyarakat Makassar. Perubahan sosial sebagai efek globalisasi dan kebutuhan pengembangan ekonomi wisata menjadi determinan munculnya tafsir budaya baru. Angngaru yang dulunya dimaknai sebagai suatu ritual yang sakral, kini telah menjadi suatu komoditas budaya yang dikonsumsi secara massal. Penelitian ini menemukan bahwa komodifikasi tradisi angngaru ke dalam budaya pertunjukan populer dimaknai sebagai sebuah strategi untuk mempertahankan ataupun menjaga tradisi tersebut tetap eksis di masa sekarang. Penelitian mengenai tradisi angngaru ini memperlihatkan penciptaan makna tradisi lisan angngaru untuk kebutuhan masyarakat yang lebih kompleks.
CITATION STYLE
Kurniawan, F. (2020). TRADISI ANGNGARU TUBARANI GOWA: DARI RITUAL MENJADI PERTUNJUKAN POPULER. Pangadereng : Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial Dan Humaniora, 6(1), 47–56. https://doi.org/10.36869/pjhpish.v6i1.111
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.