KUHP dan Hukum Islam melarang dan mengharamkan tindak pidana penggelapan, karena mengganggu dan mengambil hak orang lain secara tidak sah. Namun praktik tindak pidana pengelapan ini masih saja terjadi di kalangan, baik oleh oknum pejabat atau rakyat biasa. Untuk mencegah tindak pidana penggelapan ini, baik dalam KUHP dan hukum Islam mengatur dan menetapkan hukuman terhadap pelaku tindak pidana penggelapan. Tindak pidana penggelapan Dalam KUHP diatur secara rinci pada pasal 372,373, 374 dan 375. Konsep hukum Islam tentang tindak penggelapan ada empat yaitu ghulul, ghasab, sariqah, khianat. Yang pada masing-masing jarimah tersebut memiliki hukuman yaitu ghulul hukumannya dibakar hartanya serta dipukuli orangya, ghasab hukumannya mengembalikan barang yang sebanding dengannya, sariqah hukumannya dipotong tangan apabila yang diambil sudah mencapai nisab, khianat hukumannya dapat dijatuhi hukuman mati dalam beberapa kasus, seperti murtad, pemberontakan terhadap negara dan lari dalam medan perang. Di antara keempat kriteria penggelapan di atas, yang sesuai dengan tindak pidana penggelapan adalah al-ghulul. Ketentuan al-ghulul/penggelapan dan hukumannya adalah ta’zir, yaitu hukuman yang ditentukan oleh penguasa dengan memperhatikan kemaslahatan dan harus merujuk nash yang umum, karena pada dasarnya tidak ada nash secara khusus tentang tindak pidana penggelapan.
CITATION STYLE
Ramli, M. R. (2022). EMBEDIENCE IN THE KUHP AND ISLAMIC LAW. Al-Iqtishadiah: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 3(1), 47–59. https://doi.org/10.22373/iqtishadiah.v3i1.1760
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.