Amandemen UUD 1945 telah membawa perubahan yang cukup mendasar terhadap sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia. Substansi perubahan itu berkaitan dengan pengisian jabatan kepala daerah yang diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.” Frase “Dipilih secara demokratis” telah dimaknai sebagai pemilihan secara langsung oleh rakyat melalui UU No. 8 Tahun 2015. Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 2015 disebutkan, “…pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis”. Pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung oleh rakyat merupakan salah satu upaya menciptakan pemerintahan yang demokratis. Ditinjau dari kedaulatan rakyat, pilkada secara langsung merupakan perwujudan bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat di daerah. Dalam hal ini rakyat memiliki kesempatan untuk menentukan pemimpinnya secara langsung, bebas, rahasia, tanpa intervensi dari pihak mana pun. Tujuan idealnya pilkada langsung antara lain, terpilihnya kepala daerah yang terpercaya, memiliki kemampuan, berkepribadian dan moral yang baik. Dengan demikian, pilkada mempunyai sejumlah manfaat, berkaitan dengan peningkatan kualitas tanggung jawab pemerintah daerah pada warganya yang pada akhirnya akan mendekatkan kepala daerah dengan masyarakatnya dalam upaya mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera.
CITATION STYLE
Sinaga, P. (2018). Pemilihan Kepala Daerah Dalam Konstruksi UUD NRI 1945. Binamulia Hukum, 7(1), 17–25. https://doi.org/10.37893/jbh.v7i1.10
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.