Penipuan melalui media sosial saat ini sudah termasuk white collar crime (kejahatan kerah putih) yang artinya penipuan ini dilakukan oleh orang-orang yang menguasai atau ahli dalam menggunakan teknologi. Akibat yang ditimbulkan oleh pelaku penipuan melalui media sosial ini tentu menyebabkan banyaknya korban karena penipuan telah disusun dengan rapi bahkan citra yang ditampilkan di media sosial, atau identitas palsu yang digunakan banyak menjaring korban. Korban dari tindak pidana penipuan ini untuk mendapatkan perlindungan hukum mereka kesulitan. Kekaburan norma dalam perlindungan hukum tersebut terlihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Kitab Undang - Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penggantian kerugian hanya diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sedangkan dalam KUHP hanya menjerat pelaku dan unsur-unsur pidana. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana penipuan melalui media sosial dan kekaburan norma dalam melindungi korban dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan Undang-Undang, Konseptual dan Historis. Berdasarkan hasil penelitian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai Lex Specialis dalam menangani penipuan melalui media sosial memiliki kekaburan dalam memberikan perlindungan hukum korban penipuan.
CITATION STYLE
Rachmat, L. A. A. (2022). Perlindungan Hukum terhadap Korban Tindak Pidana Penipuan melalui Media Sosial. Indonesia Berdaya, 3(4), 771–778. https://doi.org/10.47679/ib.2022326
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.