Halal cause is an essential element in Indonesian legal agreement. Its definition in the Article 1320 of Civil Code Procedure is unclearly elaborated leading to multi interpretations. There is even Judge’s interpretation in the language use that cause its invalidity only because Indonesian language is considered as a halal cause. This leads to uncertainty of all parties involved in a agreement. This research discusses the accuracy of ratio legis of Supreme Court judges in decree Number 1572 K.Pdt.2015 that decides the authentic deeds of loan agreement and fiduciary guarantee for an object as void at law. The researcher employs normative juridical method. The approaches employed are legislation, conceptual, and case. The research reveals, there is irrelevant interpretation of halal cause by Supreme Court judges in decree 1572/K/Pdt/2015 when related to the Article 1320 of Civil Code Procedure and Rasio legis of the judges; the decision has overlooked the provision of foreign language use in the authentic deeds as regulated in notary office law. It is because the legal framework used infringes the principle of lex spesialis derogat legi generalli. Furthermore, the legal consequence toward the authentic deeds regarding the use of foreign language agreed by all agreement parties written in decree Number 1572 K.Pdt.2015 should not be void at law because it does not guarantee the legal certainty of all deed makers. Kausa halal merupakan unsur krusial dalam Hukum perjanjian Indonesia. Maknanya dalam pasal 1320 KUHPerdata kurang terjabar jelas sehingga ada multi tafsir. Bahkan ada penafsiran Hakim terhadap bahasa ini yang berakibat pembatalan akta hanya karena menganggap Bahasa Indonesia masuk dalam kausa halal. Hal ini membuat ketidakpastian pihak pembuat perjanjian. Penelitian ini membahas ketepatan rasio legis hakim Mahkamah Agung dalam putusan No. 1572 K.Pdt.2015 yang memutuskan batal demi hukum akta otentik perjanjian pinjam-meminjam dan perjanjian Jaminan Fidusia Atas Benda. Peneliti menggunakan metode yuridis normatif. Pendekatan yang digunakan adalah perundang-undangan, konseptual, dan kasus. Hasil penelitian, hakim Mahkamah Agung kurang tepat dalam memaknai kausa halal No. 1572/K/Pdt/2015 yang terkait dengan pasal 1320 KUHperdata dan rasio legis hakim; keputusannya mengesampingkan ketentuan penggunaan bahasa asing dalam akta otentik yang telah diatur Undang-Undang Jabatan Notaris. hal ini karena dasar-dasar hukum yang digunakan hakim tidak tepat yaitu menyalahi asas lex spesialis derogat legi generalli. Serta, akibat hukum terhadap akta otentik perjanjiannya yang telah disepakati para pihak dengan menggunakan bahasa asing dalam putusan No. 1572 K.Pdt.2015 seharusnya tidak menjadi batal demi hukum karena putusan tersebut tidak menjamin kepastian hukum para pihak pembuat akta.
CITATION STYLE
Rahayu, N. I., Syafa’at, R., & Widiarto, A. E. (2019). PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI SYARAT OBYEKTIF DALAM PEMBUATAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM (AKAD ‘ARIYAH) YANG BERBENTUK AKTA OTENTIK: Studi Kasus Terhadap Putusan Hakim Mahkamah Agung No. 1572 K/Pdt/2015. JURISDICTIE, 9(2), 147. https://doi.org/10.18860/j.v9i2.5591
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.