Gangguan pendengaran pada masa bayi dapat menyebabkan gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional sehingga dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. The Joint Committee of Infants Hearing (JCIH) tahun 2007 menyatakan asfiksia neonatorum sebagai salah satu faktor risiko gangguan pendengaran pada neonatus. Hipoksia pada bayi dengan kondisi asfiksia dapat menyebabkan kerusakan pada outer hair cell (OHC) dan edema stria vaskularis sehingga mengganggu fungsi koklea. Kerusakan outer hair cell dapat dinilai dengan pemeriksaan Otoacoustic Emission (OAE). Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan kejadian asfiksia neonatorum terhadap gangguan fungsi koklea pada neonatus. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode cross sectional. Penelitian ini dilakukan di RSD dr. Soebandi dan RSU Kaliwates Jember pada 29 November 2019 - 8 Januari 2020 di Ruang Perinatologi. Pengambilan data menggunakan consecutive sampling. Analisis data dilakukan menggunakan Chi-square test dengan p-value < 0,05. Dari 16 neonatus, 8 neonatus memiliki riwayat asfiksia derajat sedang dan 8 neonatus lainnya tidak memiliki riwayat asfiksia. Gangguan fungsi koklea ditemukan pada 3 (37,5%) neonatus dengan asfiksia derajat sedang dan 6 (75%) neonatus tanpa riwayat asfiksia. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara asfiksia neonatorum derajat sedang dengan gangguan fungsi koklea (p=0,142).
CITATION STYLE
Shinta, N., & Novira, A. (2021). Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Gangguan Fungsi Koklea pada Neonatus. SRIWIJAYA JOURNAL OF MEDICINE, 4(1), 60–66. https://doi.org/10.32539/sjm.v4i1.159
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.