Secara umum dapat dikatakan bahwa kewajiban pemegang saham antara MSAA dengan MRNIA adalah sama, dimana kewajiban itu timbul dikarenakan fasilitas likuiditas Bank Indonesia. Namun, yang membedakan adalah pada pola MSAA pemegang saham berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan oleh appraisal ternyata memiliki aset yang mencukupi untuk dilakukannya pelunasan dan pemberian jaminan terhadap seluruh hutang-hutang yang menjadi porsi kewajiban yang harus dilunasinya. Sebaliknya pada MRNIA pihak appraisal mendapati bahwa aset yang dimiliki oleh pemegang saham ternyata tidak mencukupi untuk diletakan dan diikat, baik sebagai pelunasan maupun jaminan pelunasan hutang yang merupakan porsi daripemegang saham yang bersangkutan. Baik MSAA maupun MRNIA keduanya memiliki konsep yang baku, meskipun pad a prakteknya terjadi variasi transaksi, yaitu dengan mengingat pola-pola transaksi yang relevan untuk diterapkan kepada pemegang saham tertentu yang sudah barang tentu berbeda terhadap pemegang saham lainnya. Selain itu keadaan ini juga ditimbulkan oleh faktor kompleksitas transaksi dengan adanya kendala yang timbul karena inkonsistensi peraturan perundang-undangan, dan lain sebagainya, tetapi pengikatan tersebutdiupayakan sedemikian rupa untuk dapat dilaksanakan sepenuhnya dan memberikan manfaat secara maksimal bagi BPPN.
CITATION STYLE
Hertanto, A. W. (2017). MASTER SETTLEMENT AND ACQUISITION AGREEMENT (MSAA) DAN MASTER REFINANCING AND NOTE ISSUANCE AGREEMENT (MRNIA) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA (SUATU TINJAUAN SINGKAT). Jurnal Hukum & Pembangunan, 35(4), 433. https://doi.org/10.21143/jhp.vol35.no4.1467
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.