Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan menjadi dua hal yang sangat penting sejak Presiden Republik Indonesia periode 2004-20014 Susilo Bambang Yudhoyono bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meresmikan Blue Print “Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia” pada tahun 2013. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh OJK, indeks literasi keuangan dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia pada tahun 2013 sebesar 21,84% dan 59,74%. Indeks ini meningkat saat dilakukan survei tahun 2016, yaitu sebesar 29,7% dan 67,8% dan kembali naik pada tahun 2019, sebesar 38,03% dan 76,19%. Presiden Joko Widodo-pun menargetkan inklusi keuangan di Indonesia bisa mencapai 90 persen pada tahun 2024 mendatang. Fintech atau teknologi finansial di Indonesia mulai berkembang sejak tahun 2006 sebesar 7% dan meningkat signifikan menjadi 78% di tahun 2017. Hal ini yang mendasari peneliti untuk menganalisis pengaruh dari fintech terhadap literasi keuangan dan inklusi keuangan pada generasi milenial. Penelitian ini menggunakan simple weigth method yang dikembangkan oleh Sarma (2008). Dari 300 responden, indeks literasi keuangan berada di angka 65,31% dan inklusi keuangan menunjukkan angka 64,19%. Berdasarkan hasil regresi, aktivitas fintech seperti transaksional maupun keuangan informasional tidak memengaruhi literasi keuangan. Namun, masuknya tiga variabel demografi yang terkait dengan penggunaan teknologi keuangan menunjukkan bahwa usia dan jenis kelamin mempengaruhi literasi keuangan. Sedangkan aktivitas fintech berupa transaksional dan informatif, serta literasi keuangan mempengaruhi inklusi keuangan. Namun tidak halnya dengan tiga variabel demografis (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan).
CITATION STYLE
Damayanti, S. M., & Zakarias, R. (2020). Generasi Milenial sebagai Pengguna Fintech: Dampaknya terhadap Literasi dan Inklusi Keuangan di Indonesia. Ekonomi Dan Bisnis, 7(2), 105–120. https://doi.org/10.35590/jeb.v7i2.2193
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.