Pemilihan Kepala Daerah yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon menyebabkan terjadinya kesalahpahaman tentang penyelenggaran Pemilihan yang tidak demokratis. Artikel ini menjelaskan mengenai apakah Pemilihan Kepala Daerah yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon melanggar prinsip-prinsip demokrasi, serta bagaimana arah kebijakan politik hukum calon tunggal dalam Pemilihan Kepala Daerah. Bahwa pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dengan calon tunggal telah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dibuktikan dengan disediakanya kolom kosong sebagai bentuk perwujudan Pemilihan yang berprinsip kedaulatan rakyat. Hal ini mengacu pada amanat Putusan MK No. 100 Tahun 2015, dimana penggunaan kolom kosong di tujukan semata-mata untuk tercapainya sebuah pemilihan yang demokratis, dan masyarakat bisa menentukan pilihannya di dalam Pemilihan yang hanya terdapat satu pasangan calon. Sedangkan arah politik hukum calon tunggal dalam Pemilihan Kepala Daerah yaitu untuk menjamin prinsip kedaulatan rakyat. Hal tersebut sesuai dengan amanah dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat maka Pemilihan Kepala Daerah haruslah menjamin terwujudnya kekuasaan tertinggi yang berada di tangan rakyat, agar hak konstitusional untuk memilih dan dipilih terlindungi. Adanya norma di dalam Pasal 52 dan 54 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang mengatur tentang calon tunggal merupakan bentuk pemenuhan hak konstitusional warga Negara demi menjaga prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.
CITATION STYLE
Hirmawan, D. Y. (2022). Politik Hukum Calon Tunggal Studi Pemilihan Kepala Daerah Di Indonesia. Transformasi Hukum, 1(1), 35–44. https://doi.org/10.59579/transformasihukum.v1i1.2793
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.