Di alam Melayu Indonesia, ide penampakan diri Tuhan (i.e., tajallī) dipadankan dengan martabat tujuh. Konsep iniberanjak dari sebuah prinsip ontologi (the principle of ontological movement) yang berasumsi bahwa pada diri Tuhan yang transenden (lā ta‘ayyun), terdapat sebuah “tekanan” (al-Karb) atau hasrat dan keinginan untuk diketahui. Tekanan ini kemudian terselesaikan melalui penampakan diri (ta‘ayyun) yang terjadi dalam beberapa tahapan-tahapan manifestasi diri Tuhan (tajalliyāt). Prinsip ontologi ini berpijak pada sebuah ḥadīts qudsī yang berbunyi: “Aku adalah perbendaharaan tersembunyi. Tetapi, Aku ingin [karena cinta] untuk diketahui, maka Aku ciptakan ciptaan agar supaya Aku diketahui.” Pijakan di atas menunjukkan adanya kesepadanan makna antara “penciptaan” (al-khalq) dengan “penampakan” (al-‘ijtilā) diri Tuhan –hal mana dapat dipahami bahawa segala sesuatu yang ada (maujūd) atau totalitas semesta hanyalah merupakan agregasi dari manifestasi-manifestasi diri Tuhan. Penelitian ini menjadikan risalah al-MakassarīTuḥfat al-Ṭālib al-Mubtadī wa Minḥat al-Sālik al-Muhtadī sebagai literatur atau sumber utama dalam mengeksplor ide al-Makassarī mengenai penampakan diri Tuhan ini. Yang demikian, karena karya tersebut lebih khusus membahas ide yang dimaksud.
CITATION STYLE
Rahman, B. A. (2021). Syaikh Yusuf Makassar: Penampakan Diri Tuhan. Hikamia: Jurnal Pemikiran Tasawuf Dan Peradaban Islam, 1(2), 25–47. https://doi.org/10.58572/hkm.v1i2.14
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.