The continuity of development and the rate of economic growth accompanied by an increase in the number of populations generally creates problems in urban areas, which of them is the generation of waste. Among the two cities that are experiencing growth and facing waste problems are Cirebon City and Surakarta City. Based on urban typology based on population, these two cities fall into the medium city category. The average type of city, in general, has relatively not experienced acute waste problems, especially when compared to large cities such as Bandung and Jakarta. This study focused on the preparation of these cities in anticipation of the emergence of garbage problems in the future when they head to and become a big city (population above 1 million). Using in-depth interviews with Environmental Office and garbage bank business actors in waste management in the two cities and the author's direct observation found the fact that waste management in both cities still applied the 3P pattern, i.e. pengumpulan (collection), pengangkutan (transportation), and pembuangan (disposal). This means that waste management is carried out by collecting as much as possible, then transported as quickly as possible and after that disposed of as far as possible. Even more worrying, the running of waste management in the landfill is still managed by an open dumping mechanism or the garbage is only stacked open without any significant management. Sooner or later, waste in these cities will grow faster than the management solution. One day, landfills in the two cities are no longer able to accommodate them.AbstrakPembangunan dan laju pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan peningkatan jumlah populasi umumnya menimbulkan masalah di daerah perkotaan, yang di antaranya adalah timbulnya sampah. Dua kota yang mengalami pertumbuhan dan menghadapi masalah persampahan adalah Kota Cirebon dan Kota Surakarta. Berdasarkan tipologi perkotaan dilihat dari sisi populasi, kedua kota ini masuk dalam kategori kota sedang. Kedua kota tersebut secara umum, relatif tidak mengalami masalah persampahan yang akut, terutama jika dibandingkan dengan kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta. Studi ini difokuskan pada persiapan kota- kota ini untuk mengantisipasi munculnya masalah sampah di masa depan ketika mereka menuju dan menjadi kota besar (populasi di atas 1.000.000). Menggunakan wawancara mendalam dengan Dinas Lingkungan Hidup dan pelaku bisnis bank sampah di dua kota tersebut, dan melalui pengamatan langsung, penulis menemukan fakta bahwa pengelolaan sampah di kedua kota masih menerapkan pola 3P (pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan). Hal ini berarti bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan mengumpulkan sebanyak mungkin, kemudian diangkut secepat mungkin, dan setelah itu dibuang sejauh mungkin. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, pengolahan sampah di TPA masih dilakukan dengan mekanisme open dumping atau sampah hanya ditumpuk terbuka tanpa ada pengelolaan khusus. Cepat atau lambat, sampah di kota-kota ini akan tumbuh lebih cepat daripada solusi pengelolaannya. Suatu hari nanti, tempat pembuangan sampah di kedua kota tidak lagi dapat menampung sampah yang ada.
CITATION STYLE
Prihatin, R. B. (2020). Pengelolaan Sampah di Kota Bertipe Sedang: Studi Kasus di Kota Cirebon dan Kota Surakarta. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 11(1), 1–16. https://doi.org/10.46807/aspirasi.v11i1.1505
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.