Dinamika politik di Indonesia pada penghujung tahun 2018 kembali hangat disebabkan oleh terbitnya Surat Edaran Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia yang menyatakan bahwa penyandang disabilitas mental berhak memperoleh hak pilih sehingga dapat didata sebagai pemilih. Hal tersebut menimbulkan pendapat beragam dimana akhirnya pemerintah mengakomodir hak penyandang disabilitas mental namun disisi lain memunculkan kekhawatiran bagi penyandang disabilitas mental apakah dapat menggunakan hak pilihnya secara baik dan benar atau tidak. Tujuan penulisan ini untuk memberikan pengertian komprehensif mengenai penyandang disabilitas mental, mendeskripsikan dasar hukum terkait hak pilih bagi penyandang disabilitas mental dan mendeskripsikan hak pilih penyandang disabilitas mental ditinjau dari perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengungkap fakta dan menyuguhkan apa adanya keadaan, fenomena, serta keadaan yang terjadi berdasarkan studi kepustakaan. Dalam penulisan ini mendeskripsikan bahwa penyandang disabilitas mental sejatinya tetap dapat diberikan hak pilih dalam pemilihan umum karena sejauh ini tidak ada larangan bagi penyandang disabilitas mental untuk memperoleh haknya. Sementara dari perspektif HAM memandang bahwa pemberian hak pilih bagi penyandang disabilitas adalah mutlak karena penyandang disabilitas mental juga merupakan bagian dari warga negara yang diberikan hak oleh negara untuk dapat berpartisipasi dalam proses demokrasi secara prosedural.
CITATION STYLE
Rahmanto, T. Y. (2019). Hak Pilih Bagi Penyandang Disabilitas Mental Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia. Jurnal HAM, 10(1), 19. https://doi.org/10.30641/ham.2019.10.19-37
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.