Permasalahan tanah hak ulayat, bukan hanya terjadi di Pulau Timor, akan tetapi terjadi juga di Papua dan Kalimantan. Belum adanya status kepemilikan hak atas tanah/ hak atas tanah ulayat di perbatasan antar negara terutama di Pulau Timor. Konstitusi Republik Indonesia (RI) mengakui adanya tanah hak ulayat, sedangkan Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) tidak mengakui. Hal ini kemudian menjadi masalah, dan terkadang terus mengemuka jika terjadi provokasi. Pendekatan yang menggunakan kearifan lokal bila dipakai bisa mengeliminir konflik horizontal. Kesepakatan soal batas, termasuk permasalahan tanah hak ulayat dapat diselesaikan dengan merangkul tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat di kawasan yang berbatasan langsung. Pendekatan kearifan lokal seperti ini menjadi pola pendekatan yang mengedepankan peran dari tokoh-tokoh setempat. Pengelolaan perbatasan haruslah memperhatikan dan menuntut kepekaan rasa memiliki masyarakat, yang telah dipisahkan secara tegas oleh garis politis maupun geografis di perbatasan antar negara. Akibat lebih jauh, kemudian terjadinya konflik yang melibatkan masyarakat Timor Indonesia dengan masyarakat Timor Leste, utamanya konflik atas tanah hak ulayat di daerah batas dua negara. Pendekatan sosial-budaya yang kadang terpinggirkan harus mulai dilakukan oleh Pemerintah. Adanya potensi kearifan lokal harus dikedepankan seiring dengan pendekatan konvensi dan hukum internasional. Beberapa segmen wilayah yang bermasalah termasuk klaim tanah hak ulayat antara warga RI -RDTL, harus dilakukan secara serius di meja perundingan guna mempertemukan kedua pihak yang berseteru.
CITATION STYLE
Sulistyono, D. (2022). Penyelesaian Konflik Tanah Hak Ulayat Dari Kelompok Masyarakat Di Kawasan Perbatasan Antar Negara Nusa Tenggara Timur. GRIN: Gerbang Riset Inovasi, 1(1), 11–18. https://doi.org/10.55932/grin.v1i1.9
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.