Latar belakang. Akses terhadap terapi antiretroviral (ARV) semakin mudah saat ini dan membuat angka harapan hidup anak terinfeksi HIV semakin panjang. Dalam penanganan jangka panjang anak terinfeksi HIV, salah satu masalah baru yang timbul adalah gagal terapi dan resistensi obat. Tujuan. Menilai karakteristik pasien anak terinfeksi di RS. Cipto Mangunkusumo yang menggunakan terapi ARV lini kedua dan indikasi penggantian ke terapi ARV lini kedua.Metode. Penelitian kohort pasien anak terinfeksi HIV di RS Cipto Mangunkusumo sejak tahun 2002. Kriteria inklusi adalah pasien anak terinfeksi HIV yang berobat di RS Cipto Mangunkusumo sejak tahun 2002 sampai April 2012 dan menggunakan salah satu obat antiretroviral lini kedua. Data yang diambil adalah data demografis, kada CD4, jumlah virus, stadium klinis, dan kombinasi terapi ARV.Hasil. Empatratus empat pasien anak terinfeksi HIV dan 44 (10,9%) menggunakan terapi antiretroviral lini kedua. Sebagian besar (59,1%) gagal terapi adalah kombinasi antara kegagalan virologi, imunologis, dan klinis. Median usia saat memulai terapi ARV lini kedua 69 (26-177) bulan. Median lama subyek menggunakan terapi ARV lini pertama 9 (13-176) bulan. Seluruh subyek penelitian menggunakan lopinavir/ritonavir sebagai salah satu obat ARV lini kedua dengan kombinasi terbanyak adalah didanosin, lamivudin, dan lopinavir/ritonavir (40,9%). Efek samping didapatkan pada 2 pasien akibat abacavir. Sebagian besar subyek (19/25) yang diperiksa jumlah virus pada 6-12 sesudah menggunakan ARV lini kedua mempunyai hasil tidak terdeteksi.Kesimpulan. Jumlah pasien yang menggunakan terapi ARV lini kedua tidak terlalu banyak karena deteksi kegagalan terapi masih lebih banyak berdasarkan kegagalan klinis dan imunologis.
CITATION STYLE
Muktiarti, D., Akib, A. A., Munasir, Z., & Kurniati, N. (2016). Terapi Antiretroviral Lini Kedua pada HIV Anak di RS. Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri, 14(2), 130. https://doi.org/10.14238/sp14.2.2012.130-6
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.