Praktik Ruwatan dalam Pernikahan Calon Pengantin Anak Tunggal Perspektif ‘Urf

  • Rohmah R
  • Saputra W
  • Abna T
N/ACitations
Citations of this article
17Readers
Mendeley users who have this article in their library.

Abstract

Tradition is a habit in society that is carried out from generation to generation. The tradition is carried out to commemorate important days such as weddings. In Prajegan Village, Sukorejo, Ponorogo, there is a ruwatan tradition, namely a traditional ceremony carried out by parents to marry off their only child (ontang-anting) before or after the implementation of the qabul consent. In practice, this ruwatan tradition is accompanied by wayang kulit performances and some equipment commonly called offerings. There are people in Prajegan Village who still believe in this tradition and there are also those who consider this tradition idolatrous because there are offerings and the procession is still thick with kejawen customs which in Islam itself there are no rules regarding the ruwatan tradition. The people in Prajegan Village believe that if the only child who is going to get married does not carry out the ruwatan tradition, one of the bride's family members will die. So, this article would like to show that, firstly, the meaning and procession of the ruwatan tradition in single child marriages from the 'urf perspective in Prajegan Village, Sukorejo, Ponorogo can be categorized as 'ūrf shahīh if the ubo rampe used is used as a symbol of human life and is used as an effort to get closer. and ask forgiveness from Allah SWT. However, it can be categorized as 'ūrf fāsid if it is believed to be the determinant of human good or bad luck if it does not carry out the ruwatan tradition. Second, the acculturation of Islamic values ​​in the ruwatan tradition for only child marriage from the perspective of rf in Prajegan Village, Sukorejo, Ponorogo is included in 'ūrf shahīh, namely customs that are repeated, accepted by many people and do not conflict with syara'. Tradisi adalah suatu kebiasaan di dalam masyarakat yang dilakukan secara turun-temurun. Tradisi tersebut dilakukan untuk memperingati hari-hari penting seperti halnya pernikahan. Di Desa Prajegan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo terdapat tradisi ruwatan, yaitu upacara tradisi yang dilakukan oleh orang tua untuk menikahkan anak tunggal (ontang-anting) sebelum atau sesudah terlaksanakannya ijab qobul. Dalam prakteknya, tradisi ruwatan ini diiringi dengan pagelaran wayang kulit dan beberapa peralatan yang biasa disebut sajen. Masyarakat di Desa Prajegan ada yang masih percaya dengan tradisi ini dan ada pula yang menganggap tradisi ini musyrik karena terdapat sajen dan prosesinya masih kental dengan adat kejawen yang didalam Islam sendiri tidak ada aturan mengenai tradisi ruwatan tersebut. Adapun masyarakat di Desa Prajegan percaya apabila anak tunggal yang akan melangsungkan pernikahan tidak melaksanakan tradisi ruwatan maka salah satu dari anggota keluarga mempelai akan meninggal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan berjenis penelitian lapangan. Artikel ini hendak menunjukkan bahwa, pertama, makna dan prosesi tradisi ruwatan dalam pernikahan anak tunggal perspektif ‘urf di Desa Prajegan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo dapat dikategorikan sebagai ‘ūrf shahīh apabila ubo rampe yang dipakai dijadikan sebagai simbol kehidupan manusia serta dijadikan upaya mendekatkan diri dan mohon ampun kepada Allah SWT. Namun dapat dikategorikan sebagai ‘ūrf fāsid apabila diyakini sebagai penentu nasib baik atau buruk manusia apabila tidak melaksanakan tradisi ruwatan. Kedua, akulturasi nilai-nilai Islam dalam tradisi ruwatan bagi pernikahan anak tunggal perspektif ūrf di Desa Prajegan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo termasuk kedalam ‘ūrf  shahīh  yaitu adat kebiasaan yang berulang-ulang dilakukan, diterima oleh orang banyak dan tidak bertentangan dengan syara’.

Cite

CITATION STYLE

APA

Rohmah, R. N., Saputra, W., & Abna, T. (2022). Praktik Ruwatan dalam Pernikahan Calon Pengantin Anak Tunggal Perspektif ‘Urf. Jurnal Antologi Hukum, 2(1), 143–160. https://doi.org/10.21154/antologihukum.v2i1.1193

Register to see more suggestions

Mendeley helps you to discover research relevant for your work.

Already have an account?

Save time finding and organizing research with Mendeley

Sign up for free