AbstrakProses demokratisasi di Indonesia saat ini menempatkan publik sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Namun permasalahan utama dalam penyiaran di negeri ini adalah tidak konsistennya kebijakan pemerintah sebagai salah satu regulator penyiaran, lemahnya lembaga regulator pengawas penyiaran dan ketidaktaatan penyelenggara penyiaran. Jawa Barat dengan budaya yang beragam telah memiliki lembaga penyiaran, namun pada praktiknya di lapangan belum menampilkan keberagaman isi siaran dan keberagaman kepemilikan. Oleh karena itu persoalannya adalah bagaimanakah implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran memberikan perlindungan hak kebebasan berekspresi masyarakat khususnya di Jawa Barat. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif serta menganalisa substansi, konteks, dan relasi antara lembaga penyiaran, pemerintah daerah serta masyarakat dilihat dari aspek Hak Asasi Manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran belum sepenuhnya memberikan jaminan perlindungan terhadap hak kebebasan berekespresi yang dimiliki pemerintah, lembaga penyiaran serta masyarakat di Provinsi Jawa Barat, masih ditemukan permasalahan terkait keberagaman isi siaran, sentralisasi kepemilikan lembaga penyiaran, kurangnya pemanfaatan lembaga penyiaran publik dan teguran serta sanksi yang diberikan seringkali diabaikan oleh para pelaku penyiaran.Kata Kunci: Kebebasan Berekspresi, Regulasi, Hak Asasi Manusia.AbstractDemocratization process in Indonesia is currently putting the public as the owner and the ultimate controller in broadcasting sphere. The main problem in Indonesia is the inconsistent governments policy as one of broadcasting regulators, the weak regulatory of monitoring agencies and the disobedient broadcasting operators. West Java as one of the provinces that has cultural diversity have a brodcasting operator, in practice, they do not present the diversity of broadcast content and diversity of ownership. The question is how the implementation of Law No. 32 of 2002 on Broadcasting in terms of protecting the freedom of expression, especially in West Java. This research applies qualitative approach, conducted analysis of the substance, context and relationships between broadcasters,local governments and community from a human rights perspective. The result shows that the enactment of Law No. 32 of 2002 on Broadcasting has not fully guarantee the protection of the right to freedom of expression owned by the government, broadcasters and communities in West Java province, other problems are related to: the diversity of broadcast content, centralization of ownership of broadcaster, the lack of utilization of public broadcasters, and the reprimands and sanctions are often overlooked by the broadcasters.Keywords: Freedom of Expression, Regulation, Human Rights.
CITATION STYLE
Rahmanto, T. Y. (2016). KEBEBASAN BEREKSPRESI DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA: PERLINDUNGAN, PERMASALAHAN DAN IMPLEMENTASINYA DI PROVINSI JAWA BARAT. Jurnal HAM, 7(1), 45. https://doi.org/10.30641/ham.2016.7.45-53
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.