Abstract. Indonesia is a rule of law country, so any crime that occurs must be processed through legal channels. No act can be punished unless it has been regulated in law, so the perpetrators can be subject to sanctions or punishments including not knowing the identity or profession of the perpetrator. One of the criminal acts is the abuse and embezzlement of narcotics. Narcotics crime is a special crime with the legal basis of Law no. 35 of 2009 concerning Narcotics (which is called the Narcotics Law). Narcotics abuse and embezzlement do not see age or profession boundaries, both among children, adults, and law enforcers, one example of a case at the law enforcement level is narcotics embezzlement by police officers. The case that recently occurred was the case of the former North Sumatra Regional Police Chief, namely Inspector General of Police TM who embezzled and distributed five kilos of methamphetamine. Evidence that was originally going to be destroyed, but instead was embezzled and circulated. TM was later arrested with four other police officers. The case that happened to TM is not the first in Indonesia. Many other cases were carried out by law enforcers such as the police. Therefore, with quite a number of cases of embezzlement of confiscated narcotics, it is necessary to conduct research to examine the factors that cause abuse and find out how the law is performing in handling these cases, considering that the perpetrator is a law enforcer. The aims and objectives of this research are (1) to know and understand what are the factors that cause embezzlement of evidence of narcotics crimes by police officers; (2) find out how criminal responsibility for police officers who commit embezzlement of evidence of narcotics crimes is related to Law no. 35 of 2009. Abstrak. Indonesia merupakan negara hukum, maka apapun tindak pidana yang terjadi harus diproses melalui jalur hukum. Tidak ada suatu perbuatan bisa dipidana melainkan telah diatur dalam undang-undang, maka para pelaku dapat dikenai sanksi atau hukuman termasuk tidak mengenal identitas atau profesi dari pelaku. Tindak pidana salah satunya adalah penyalahgunaan dan penggelapan narkotika. Tindak pidana narkotika termasuk tindak pidana khusus dengan dasar hukum Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (yang disebut UU Narkotika). Penyalahgunaan dan penggelapan narkotika tidak melihat batasan usia maupun profesi, baik di kalangan anak, dewasa, maupun penegak hukum, salah satu contoh kasus di tingkat penegak hukum yaitu penggelapan narkotika oleh oknum polisi. Kasus yang baru-baru ini terjadi adalah kasus dari mantan Kapolda Sumatera Utara, yaitu Irjen Pol TM yang menggelapkan dan mengedarkan lima kilo sabu-sabu. Barang bukti yang awalnya akan di musnahkan, akan tetapi justru digelapkan dan diedarkan. TM kemudian ditangkap dengan empat oknum polisi lainnya. Kasus yang menimpa TM bukan yang pertama di Indonesia. Banyak kasus lain yang dilakukan oleh penegak hukum seperti polisi. Maka dari itu dengan cukup banyaknya kasus penggelapan barang sitaan narkotika perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji mengenai faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan dan mengetahui bagaimana kinerja hukum dalam menangani kasus tersebut, mengingat pelaku merupakan seorang penegak hukum. Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui dan memahami apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya penggelapan barang bukti tindak pidana narkotika oleh oknum Polisi; (2) mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi oknum Polisi yang melakukan penggelapan barang bukti tindak pidana narkotika dihubungkan dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009.
CITATION STYLE
Rakhman, F., & Dewi Heniarti, D. (2023). Penegakan Hukum Tindak Pidana Pengelapan Barang Sitaan Narkotika oleh Oknum Polisi Dihubungkan dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Bandung Conference Series: Law Studies, 3(1). https://doi.org/10.29313/bcsls.v3i1.4972
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.