Kebudayaan diartikan sebagai peninggalan para leluhur yang diwariskan secara turun menurun sehingga menjadi suatu hal yang patut dilestarikan keberadaannya. Salah satu peninggalan budaya tersebut ialah wayang kulit. Wayang kulit merupakan kesenian daerah yang tumbuh serta berkembang di wilayah Jawa Timur maupun Jawa Tengah, khususnya pada masyarakat Desa Setro Kabupaten Gresik. Masyarakat setempat mempercayai bahwa wayang kulit merupakan sebuah bentuk perjalanan menuju sang Maha Tinggi (roh, tuhan, dewa) yang diperkirakan sudah ada sejak tahun 1500 sebelum Masehi. Semula kesenian tersebut digunakan masyarakat Setro sebagai sebuah pertunjukan untuk mengisi kegiatan-kegiatan masyarakat seperti perkawaninan, sedekah bumi, sunatan, dan lain sebagainya dengan harapan ingin melestarikan dan memperkenalkan warisan leluhur. Namun, di era modernisasi seperti saat ini pagelaran wayang kulit dianggap sebagai sesuatu yang yang menyimpang dari ajaran agama islam, sebab tidak sedikit khalayak ramai memberikan komentar pada sosial media bahwa kesenian tersebut termasuk haram dikarenakan patung yang digunakan menyerupai wujud manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui stigma halal atau haram terkait kesenian wayang dalam konteks budaya dan keislaman. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan teori menurut Peter L. Berger yang menjelaskan konsepsi kontruksi sosial dengan tiga komponen. Sehingga hasil yang didapatkan adalah perspektif kebudayaan dan keislaman wayang kulit pada masyarakat Desa Setro.
CITATION STYLE
Widyanita, A. R. (2023). Stigma Wayang Kulit “Halal atau Haram” Berdasarkan Perspektif Budaya dan Keislaman Masyarakat Desa Setro. AL-MUTSLA, 5(1), 72–87. https://doi.org/10.46870/jstain.v5i1.392
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.