Qira’at adalah ilmu tentang tatacara untuk memenuhi kalimat-kalimat Al-Qur’an dan perbedaannya menurut asal orangnya. Sedangkan Muqri’ adalah orang yang ahli dalam qiroat-qiroat dengan meriwayatkannya dengan berdialog. Seorang ahli qiroat dan hafal Al-Qur’an dia bukan dinamakan Muqri’ jika belum berdialog secara berangkaian, karena di dalam qira’at terdapat banyak hal yang tidak boleh ditetapkan hukumnya tanpa disertai penyimakan dan berdialog. Adapun al-Qari’ al-Mubtadi’ atau pembaca pemula adalah seseorang yang dapat menjelaskan satu hingga tiga dari qira’at-qira’at yang ada. Sedangkan maksud dari Al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahsa-bahasa arab, yaitu bahasa Quraisy, Huzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman. Pada masa Nabi, Abu Bakar dan Umar terdapat bacaan tujuh huruf tersebut. Kemudian pada masa Kholifah Usman, dengan ditulisnya Mushab Usmany bacaan Al-Qur’an hanya satu huruf saja, yaitu bahsa Quraisy. Usman berpendapat bahwa membaca Al-Qur’an dengan tujuh huruf itu hanyalah untuk menghilangkan kesempitan dan kesulitan dimasa-masa awal, dan kebutuhan tentang hal itu sudah berakhir. Maka kuatlah motif untuk menghilangkan segala unsur yang menjadi faktor perbedaan bacaan, dengan mengumpulkan dan menyeragamkan umat pada satu huruf atau satu bahasa saja. Kebijaksanaan Usman ini kemudian desepakati oleh para sahabat yang lain. Maka dengan kesepakatan ini terjadilah Ijma’. Dengan demikian maka Usman telah melakukan kebijaksanaan yang sangat besar, yaitu menghilangkan perselisihan, mempersatukan dan menenteramkan umat, dengan diterbitkannya Al-Qur’an Usmany.
CITATION STYLE
Muslimin, M. (2016). URGENSI MEMAHAMI QIRA’AT DALAM AL-QUR’AN DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA. Jurnal Pemikiran Keislaman, 26(2), 247–263. https://doi.org/10.33367/tribakti.v26i2.217
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.