Mewujudkan maslahat dan menegakkan keadilan merupakan tujuan legislasi hukum Islam pada semua aturannya termasuk talak. Dalam fikih mazhab aturan tentang penjatuhan talak terkesan sangat longgar. Penjatuhan talak tidak terikat dengan kondisi dan tempat karena hak talak sepenuhnya di tangan suami, sehingga dia dapat menggunakan wewenang tersebut kapan saja, dimana saja dengan cara apa saja tanpa memerlukan saksi atau alasan apalagi persetujuan istri. Dominasi suami terhadap istri dalam talak sangat kuat dan istri menjadi pihak yang lemah. Padahal ketika menikah, keduanya memiliki kedudukan yang seimbang sebagai dua pihak yang persetujuannya sangat menentukan untuk keabsahan sebuah akad pernikahan. Pemerintah melalui peraturan perundang-undangan sebenarnya telah menempatkan suami istri dalam posisi yang setara dalam proses perceraian, namun peraturan tersebut belum dapat diterima sebagian masyarakat karena belum didukung oleh dalil-dalil yang memadai. Penelitian ini berupaya merumuskan bagaimana hak dan kewenangan istri dalam proses talak perspektif maslahat dan keadilan melalui dalil-dalil talak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suami istri mempunyai hak dan kewenangan yang setara dalam proses talak. Keputusan talak harus merupakan keputusan bersama suami istri karena talak tidak ubahnya seperti akad yang dalam keabsahannya membutuhkan persetujuan kedua pihak yang terlibat yakni antara suami dan istri. Selain didukung oleh dalil-dalil Al-Quran dan hadis, penetapan syarat persetujuan (kesepakatan) tersebut juga sejalan dengan prinsip-prinsip talak dan maqāṣid syarī’ah (tujuan hukum) dari pensyariatan talak.
CITATION STYLE
Abdurrahman, Z. (2021). HAK DAN KEWENANGAN ISTRI DALAM PROSES TALAK PERSPEKTIF MASLAHAT DAN KEADILAN. Jurnal Ushuluddin: Media Dialog Pemikiran Islam, 23(1). https://doi.org/10.24252/jumdpi.v23i1.18286
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.