Pada tahun 2007 untuk pertama kalinya diterapkan sistem pengumpulan tol elektronis untuk mengatasi permasalahan antrian panjang pada gerbang tol, akan tetapi penerapannya hanya terbatas pada beberapa ruas tol saja yang ada di Indonesia. Setelah itu tahun 2017 Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengeluarkan peraturan Nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Nontunai di Jalan Tol, tanggal 31 Oktober 2017 untuk menerapkan sistem pengumpulan tol elektronis di seluruh gerbang tol di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi terhadap penerapan sistem transaksi elektronis yang telah diterapkan saat ini. Dari analisis didapatkan dengan sistem elektronis ini waktu transaksi rata-rata untuk GTO 3 detik dan GSO 3,6 detik sehingga memenuhi SPM Jalan Tol yaitu kurang dari 5 detik. Untuk hasil perhitungan kapasitas, gardu nirsentuh memiliki kapasitas yang paling besar dibandingkan GTO dan GSO. Serta untuk analisis antrian dengan kapasitas gardu yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat kedatangan kendaraan pada seluruh tipe gardu maka tidak terjadi antrian di gardu. Disisi lain dengan diterapkannya sistem pengumpulan tol elektronis saat ini 86% responden merasa puas dan ada beberapa keuntungan yang didapatkan oleh operator tol seperti menurunnya biaya operasi gardu. Kedepannya BUJT telah melakukan persiapan untuk penerapan transaksi berbasis nirsentuh dengan melakukan koordinasi antar operator tol mengenai sistem dan proses teknologi yang akan diterapkan.
CITATION STYLE
Rizal, R. S., K, R. H., & S, T. L. (2019). RE-EVALUASI PENERAPAN SISTEM PENGUMPULAN TOL ELEKTRONIS DI INDONESIA. Jurnal Ilmiah Teknologi Infomasi Terapan, 5(2), 1–12. https://doi.org/10.33197/jitter.vol5.iss2.2019.275
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.