Sebelum melakukan suatu transaksi bisnis, suatu pihak akan melakukan penilaian risiko dan manajemen risiko. Salah satu cara untuk mengelola risiko adalah dengan menyetujui suatu batasan tanggung jawab dalam kontrak. Pembatasan tanggung jawab sering disepakati pada perjanjian pengurusan transportasi, yaitu dengan mengecualikan kerugian konsekuensial sehingga suatu pihak tidak akan bertanggung jawab kepada pihak lainnya atas kehilangan keuntungan, pendapatan, bisnis atau kerugian immaterial lainnya. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia tidak melarang pihak yang berkontrak untuk menyetujui pembatasan tanggung jawab sehingga berdasarkan asas kebebasan berkontrak, para pihak memiliki kebebasan untuk menyetujui pengecualian kerugian konsekuensial. Meskipun demikian, dalam prakteknya, pembatasan yang disetujui ini tidak selalu dapat dipatuhi. Ketika ada gugatan wanprestasi, hakim dapat menyetujui jumlah kerugian yang melebihi pembatasan tanggung jawab yang disepakati dalam kontrak. Hal ini dapat dilihat pada kasus PT Indoexim International melawan PT Agility International dalam Putusan No. 1106 K/PDT/2016 di mana hakim menerima tuntutan ganti rugi penggugat yang mencakup kerugian material dan immaterial. Artikel ini akan menganalisis pembatasan tanggung jawab dalam hukum kontrak Indonesia dan penerapannya di pengadilan.
CITATION STYLE
Alfiani, N. (2021). PENERAPAN PENGECUALIAN KERUGIAN KONSEKUENSIAL DALAM KASUS WANPRESTASI PERJANJIAN PENGURUSAN TRANSPORTASI: STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1106 K/PDT/2016. RECHTSTAAT NIEUW: Jurnal Ilmu Hukum, 5(2), 73–90. https://doi.org/10.52429/rn.v5i2.68
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.