Saat ini konteks kehidupan kita adalah heterogenitas, dimana hampir diseluruh lingkungan hidup kita sehari-hari dipenuhi dengan berbagai hal yang berbeda, mulai dari perbedaan: Agama, gender, budaya, bahasa, ekonomi, status sosial, kedudukan sosial dan lain sebagainya. Secara khusus dalam hal teologi dan budaya. Umumnya teologi terlalu menyibukan diri kepada hal-hal yang doktrinal normatif, logis dan metodis. Ciri teologi seperti ini menerangkan karakter barat bukan karakter Asia. Hal-hal yang bersifat doktrinal normatif akan memperburuk kehidupan kita yang heterogenitas di Asia secara khusus di Sumatera Utara Indonesia. Karakter Indonesia adalah masyarakat yang beradat dan berbudaya, hal itu telah dikenal dunia sejak zaman nenek moyang bangsa ini. Oleh kehadiran dan dominasi agama-agama barat di Indonesia, akhirnya nilai-nilai adat-istiadat budaya di desakralisasikan bahkan termarginalisasikan. Akibatnya karakter masyarakat Indonesia, seolah-olah kehilangan identitasnya dalam merefleksikan iman percayanya. Untuk menjawab tantangan itu, kita memerlukan model berteologi yang baru yang lokus dari teologi itu adalah produk dari apa yang ada pada kita di Indonesia, yang dalam konteks ini adalah Dalihan Na Tolu (DNT) yakni adat-istiadat suku Batak. Bagaimana menjadikan DNT sebagai lokus teologi Indonesia dalam membangun dan menjembatani perbedaan yang ada menuju kerukunan atau toleransi masyarakat Batak secara khusus.
CITATION STYLE
Zulkarnain, Z., Simorangkir, J., & Silitonga, E. J. (2023). Teologi Toleransi Dalam Dalihan Na Tolu (Kajian Teologi Religionum Menemukan Nilai-Nilai Toleransi di Dalam Budaya Dalihan Na Tolu Sebagai Jembatan Teologi dan Budaya). Jurnal Teologi Cultivation, 7(1), 1–30. https://doi.org/10.46965/jtc.v7i1.2267
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.