Salah satu dampak negatif kemajuan teknologi digital adalah tumbuh kembangnya berbagai kejahatan dengan menggunakan sarana elektronik atau sarana lain yang berbasis pada komputerisasi, tidak terkecuali tindak pidana korupsi. Keadaan tersebut menuntut aparat penegak hukum dalam membuktikan perkara tindak pidana korupsi tidak hanya mengandalkan bukti-bukti konvensional, namun menggabungan metode teknologi digital elektronik sehingga melahirkan alat bukti elektronik. Persoalan mendasar terkait dengan hal ini di Indonesia yaitu: (1) Bagaimana pengaturan alat bukti elektronik di dalam hukum Indonesia (2) Bagaimana kedudukan alat bukti elektronik di dalam hukum pembuktian tindak pidana korupsi. (3) Bagaimana menjaga validitas alat bukti elektronik untuk kepentingan pembuktian? Metode Penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang didasarkan pada data sekunder, sedangkan spesifikasi penelitian yang digunakan berupa deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil penelitian berkesimpulan bahwa: (1) Indonesia belum memiliki undang-undang yang mengatur alat bukti elektronik yang berlaku umum untuk semua tindak pidana. (2) Penempatan data elektronik sebagai alat bukti petunjuk dalam perkara tindak pidana korupsi merupakan bentuk diskrimansi dan secara pembuktian memiliki kedudukan yang lemah. (3) Validitas alat bukti elektronik ditentukan melalui proses digital forensik dengan tahapan: terpeliharanya integritas data, adanya orang yang kompeten, terpeliharanya chain of custody dan kepatuhan terhadap peraturan.
CITATION STYLE
Supardi, S. (2021). Mengukur Kekuatan Alat Bukti Elektronik dalam Pembuktian Perkara Tindak Pidana Korupsi. Syntax Literate ; Jurnal Ilmiah Indonesia, 6(5), 2509. https://doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i5.2724
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.