Marital Rape adalah pemaksaan hubungan seksual dalam rumah tangga, di mana antara pelaku dan korban terdapat ikatan perkawinan. Isu marital rape dianggap tabu sehingga muncul pro-kontra mengenai intervensi negara dalam mengkriminalisasi perbuatan sebagaimana dimaksud. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perkembangan unsur perkawinan sebagai bagian tindak pidana pemaksaan hubungan seksual (perkosaan) berdasarkan hukum pidana materiil di Indonesia serta untuk mengetahui dasar teoritis dan yuridis penerimaan kriminalisasi marital rape. Metode penelitian adalah yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan (1) Pada awalnya hukum pidana Indonesia tidak memaknai pemaksaan hubungan seksual pada korban dan pelaku yang memiliki ikatan perkawinan sebagai perkosaan (Pasal 284 KUHP). Muatan mengenai pemaksaan hubungan seksual dalam ranah perkawinan mulai diatur sebagai tindak pidana dalamPasal 46 jo. Pasal 8 huruf a UU-PKDRT dan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. (2) Penerimaan kriminalisasi marital rape diawali munculnya pemikiran feminist yang menggeser perspektif lama mengenai anggapan perempuan harus memenuhi “right to sex” suami akibat adanya contract of marriage, pandangan istri adalah “hak milik” (property) suami, serta perspektif critical feminism criminology yang menyebutkan wanita dalam ikatan perkawinan cenderung menjadi korban kejahatan. Negara perlu memberikan perlindungan melalui sanksi pidana karena pemaksaan hubungan seksual dalam bentuk apapun menyalahi hak asasi sebagaimana dimaksud Pasal 28G UUD RI 1945.
CITATION STYLE
Siburian, R. J. (2020). Menggeser Paradigma Kontra terhadap Kriminalisasi Pemerkosaan dalam Rumah Tangga. Lambung Mangkurat Law Journal, 5(1), 58. https://doi.org/10.32801/lamlaj.v5i1.118
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.