This article describes the role of Kyai Modjo (1792-1849), a prominent figure and scholar from Surakarta who was exiled by the Dutch, colonizer in Javanese area in Tondano Minahasa (North Sulawesi). As the first islamic preacher in Minahasa, he became a role model and thus he and his followers gained Minahasa public sympathy that led the people to take shahadah. Further, intermarriage between indigenous people of Minahasa and Kyai Modjo’s followers caused assimilation of Javanese-Minahasa culture which was reflected in tradition of wedding ceremony, funeral procession, birth ritual, and lebaran ketupat ceremony. Artikel ini mendeskripsikan tentang peran Kyai Modjo (1792-1849), seorang tokoh sekaligus ulama yang diasingkan oleh penjajah Belanda dari Surakarta ke daerah Jawa Tondano Minahasa (Sulawesi Utara). Sebagai penyiar Islam pertama di Minahasa serta keteladanan yang dimilikinya, ia dan pengikutnya mampu menarik simpatik masyarakat Minahasa untuk mengakui keesaan Allah Swt. Disamping itu, karena terjadinya kawin-mawin antara pengikut Kyai Modjo dan masyarakat setempat, berimplikasi pada budaya religius Jawa ke dalam budaya Minahasa. Asimilasi budaya Jawa dan Minahasa dapat terlihat pada tradisi perkawinan, kelahiran, kematian, ziarah, dan lebaran ketupat.
CITATION STYLE
Ma’u, D. H., & Bukido, R. (2023). Kyai Modjo dan Pengaruhnya Terhadap Asimilasi Budaya Religius Jawa dan Minahasa pada Masyarakat Kampung Jawa Tondano. Tsaqofah Dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan Dan Sejarah Islam, 8(1), 107. https://doi.org/10.29300/ttjksi.v8i1.10511
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.