Hadirnya “banten” dalam tradisi Hindu di Bali melewati perjalanan sejarah yang panjang. Di dalam kitab Yajur Weda disebutkan, adanya persembahan yang dihaturkan kepada Dewa sebagai manifestasi dari Brahman berupa; gandam, ksatam, puspam, dupam, dipam, toyam, gretam, dan soma. Sedangkan, di dalam ajaran Tantrayana yang masih sangat berpengaruh di Bali disebutkan bahwa untuk menunjukkan rasa bhakti kepada Tuhan hendaknya menjalankan konsep Panca Tattwa yakni; matsya, mamsa, madhya, mudra, dan maithuna. Baik ajaran Weda maupun Tantrayana, dan alam pikiran lokal masyarakat Bali senantiasa melandasi adanya persembahan berupa“banten”yang dikemas dalam simbol-simbol pengharapan manusia terhadap manifestasi Tuhan. Terjadinya krisis multidimensial dewasa ini, berakibat “banten” dikomersialkan, akan tetapi tidak berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat Hindu di Bali dalam menjalankan dharma bhakti kepada-Nya. Justru masyarakat memiliki keyakinan semakin ajeg dan kuat dalam menunjukkan identitas kehinduannya.
CITATION STYLE
YUDARI, A. A. K. S. (2018). KOMERSIALISASI BANTEN DALAM WACANA PENGUATAN IDENTITAS KEHINDUAN SEBAGAI IMPLEMENTASI AJARAN BHAKTI MARGA DI BALI. Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama Dan Kebudayaan, 18(2), 9–15. https://doi.org/10.32795/ds.v9i2.142
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.