Jaminan Hipotek saat ini dapat dikatakan sebagai lembaga jaminan yang paling dibutuhkan dan diminati oleh masyarakat yang merupakan pelaku usaha di bidang transportasi laut. Kendati demikian aturan mengenai Hipotek ini keberadaannya tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Saat ini Hipotek diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 39 Tahun 2017 Tentang Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal. Mengenai perlindungan hukum bagi pihak kreditor dan debitor, salah satunya adalah dihadirkan lembaga eksekusi manakala pihak debitor sudah dinilai wanprestasi. Pada penelitian dan penulisan yang dilakukan penulis sebelumnya, telah dibahas dan ditemukan bahwa guna mengakomodir kebutuhan aturan hukum akibat tidak diratifikasinya konvensi Arrest of Ships 1999, adalah dengan mencantumkan klausula Sister Ship dalam salah satu dokumen penjaminan Hipotek kapal, dokumen yang yang tepat dalam hal ini adalah SKMH. Kendati demikian walaupun hal ini dipraktekkan, tetap ada hambatannya karena SKMH bukanlah merupakan kewajiban. Hasil yang didapatkan dari penulisan ini adalah perlu adanya campur tangan pemerintah untuk memfasilitasi, baik itu berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, ataupun Peraturan Menteri Perhubungan. Isinya adalah kewajiban untuk menggunakan klausula sister ship manakala kapal debitor yang akan dijaminkan itu berlayar melintasi yurisdiksi Indonesia. Kata
CITATION STYLE
Putra, F. M. K. (2018). REKONSTRUKSI SURAT KUASA MEMASANG HIPOTEK DENGAN PENCANTUMAN KLAUSULA KEWAJIBAN PENGIKATAN SISTER SHIP MANAKALA JALUR PELAYARAN DOMINAN LINTAS BATAS NEGARA. Perspektif, 23(3), 183. https://doi.org/10.30742/perspektif.v23i3.695
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.