Desentralisasi dan dekonsentrasi tampaknya merupakan istilah istilah yang sederhana, tetapi dalam diskusi-diskusi ilmiah sering kali mengundang banyak reaksi yang sangat berarti dan mendasar sifatnya. Kedua istilah itu tidak saja kaya akan konseptual dan pengertian empiris, tetapi mengandung konotasi-konotasi nilai. Pada umumnya keduanya dipandang sebagai sesuatu yang baik karena itu menjadi tumpuan harapan dan tuntutan rakyat, sedangkan sentralisasi dipandang sebagai sesuatu yang buruk karena itu ditolak, Dengan desentralisasi dan dekonsentrasi dapat berarti : formulasi kebijaksanaan dan aplikasinya lebih realistis, pembuatan hukum tertulis lebih mencerminkan pada kenyataan-kenyataan sosial yang ada dalam masyarakat setempat sehingga dapat mengurangi timbulnya formalisme, pelaksanaan hukum lebih efektif, pengambilan keputusan lebih cepat, beban pemerintah pusat lebih ringan, partisipasi rakyat diharapkan lebih meningkat, memunculkan kepemimpinan yang lebih banyak, melihat rakyat setempat lebih mahir dalam berpemerintahan dan demokrasi dan penarikan sumber-sumber dana lebih intensif dan efektif. Idealisme itulah mungkin juga ada pada benak pembentuk UUD 1945 sekalipun dalam horizon yang tidak sama sehingga mereka meletakkan pasal 18 sebagai landasan hukum tertinggi bagi kedua sistem itu
CITATION STYLE
Hoessein, H. (1978). PENENTUAN BATAS-BATAS WILAYAH ADMINISTRASI/DAERAH OTONOM : SUATU PEMIKIRAN BERORIENTASI PADA PEMBANGUNAN. Jurnal Hukum & Pembangunan, 8(4), 411. https://doi.org/10.21143/jhp.vol8.no4.783
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.