Budaya Hukum Masyarakat Adat Bali Terhadap Eksistensi Perkawinan Beda Wangsa

  • Sukerti N
  • Ariani I
N/ACitations
Citations of this article
67Readers
Mendeley users who have this article in their library.

Abstract

Different weddings are still a polemic for the custom society of Bali until now, even though they have been normatively removed by Decree No. DPRD. 11 of 1951. This study aims to elaborate and analyze the notion of a marriage of different ancestors and the legal culture of Balinese indigenous peoples related to the marriage. The research method used is empirical legal research by prioritizing field data as primary data extracted by interviews. The type of pedestal is socio-legal. The results show that the marriage of different wangsa is a marriage between tri wangsa women and jaba wangsa men, while the legal culture of Balinese indigenous people towards marriage is as follows; most of the respondents no longer maintained their interfaith marriage in full meaning that the term was not discarded from the family, there was no ceremony for the decline of the house for the woman, and there was no change in calling her parents. This happens because of the development and progress in the fields of education, science, and information technology that change the mindset of some citizens. A small number of respondents still maintain an old tradition that is formally juridically revoked based on the Bali DPRD Decree No. 11 of 1951, wanted to maintain its nationality, respect the old customary law and lack of understanding of applicable law. Perkawinan beda wangsa masih merupakan polemik bagi masyarakat adat Bali hingga kini , walaupun secara normative sudah dihapus dengan Keputusan DPRD No. 11 Tahun 1951. Penelitian ini bertujuan untuk mengelaborasi dan menganalisis pengertian perkawinan beda wangsa  dan budaya hukum masyarakat adat Bali terkait perkawinan tersebut. Metode penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum empirik dengan mengutamakan data lapangan sebagai data primer yang digali dengan wawancara. Jenis pendekatannya adalah socio-legal. Hasil menunjukkan bahwa perkawinan beda wangsa adalah perkawinan antara perempuan tri wangsa dengan laki-laki jaba wangsa, sedangkan budaya hukum masyarakat adat Bali terhadap perkawinan tersebut adalah sebagai berikut; sebagian besar responden tidak lagi mempertahankan secara utuh perkawinan beda wangsa tersebut artinya tidak dilakukan istilah dibuang dari keluarga, tidak dilakukan upacara penurunan wangsa bagi si perempuan, dan tidak ada perubahan dalam memanggil orang tuanya. Hal tersebut terjadi karena perkembangan jaman dan kemajuan di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan teknologi informasi yang mengubah pola pikir dari sebagian warga masyarakat. Sebagian kecil responden masih ada mempertahankan tradisi lama yang secara yuridis formal sudah dicabut berdasarkan Keputusan DPRD Bali No. 11 Tahun 1951, ingin mempertahankan kewangsaannya, menghormati hukum adat yang sudah usang dan kurangnya pemahaman tentang hukum yang berlaku.

Cite

CITATION STYLE

APA

Sukerti, N. N., & Ariani, I. Gst. A. A. (2018). Budaya Hukum Masyarakat Adat Bali Terhadap Eksistensi Perkawinan Beda Wangsa. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 7(4), 516. https://doi.org/10.24843/jmhu.2018.v07.i04.p07

Register to see more suggestions

Mendeley helps you to discover research relevant for your work.

Already have an account?

Save time finding and organizing research with Mendeley

Sign up for free