Pemberlakuan SPTJM atau Surat Pertanggung Jawaban Mutlak kebenaran sebagai suami isteri merupakan hasil dari lahirnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2016. Peraturan ini dinilai bukan sebagai suatu penyelesaian dalam percepatan pembuatan akta kelahiran bagi masyarakat Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui problematika akibat lahirnya permendagri No. 9 Tahun 2016 sehingga dapat melemahkan otoritas kewenangan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai lembaga pencatatan pernikahan. Dengan menggunakan metode penelitian berdasarkan studi kepustakaan, dengan riset pada Undang-Undang Perkawinan dan Peraturan Menteri Agama serta literatur yang terkait, ditemukan hasil bahwa SPTJM menimbulkan permasalahan krusial, yaitu membuka ruang untuk pernikahan siri, melawan Undang-Undang Perkawinan dan terutama melemahkan otoritas kewenangan KUA. KUA tidak dapat tidak dapat memproses pencatatan perkawinan dari hasil produk Permendagri berupa Kartu Keluarga bertuliskan “Kawin Belum Tercatat” yang diterbitkan oleh Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil. Disisi lain, belum ada trobosan penyelesaian yang diupayakan oleh pembuat kebijakan, setelah mengkaji dalam Undang-Undang Peradilan Agama ternyata memberikan penyelesaian melalui Isbat Nikah.
CITATION STYLE
Alifianti, S. D. S., Izzah, A. N., Zudin, M. F. H. F., Gunawan, A., & Ulya, Z. (2023). Degradasi Otoritas KUA sebagai Lembaga Pencatatan Perkawinan Pasca Berlakunya SPTJM dalam Permendagri No. 9 Tahun 2016. Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah Dan Hukum, 4(1), 59–80. https://doi.org/10.15642/mal.v4i1.241
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.