Wahbah az-Zuhaili dan Muhammad Syahrur memiliki perbedaan dalam memahami al-Qur’an dan sunnah, khususnya dalam bidang perkawinan. Ada empat pokok persoalan yang akan dibahas dalam perkawinan yaitu mahar, nafkah, poligami dan perceraian. Rumusan masalah disertasi ini adalah; Bagaimanakah metode penetapan hukum yang digunakan Wahbah az-Zuhaili dan Muhammad Syahrur dalam masalah perkawinan? Bagaimanakah pemikiran-pemikiran Wahbah az-Zuhaili dan Muhammad Syahrur tentang hukum perkawinan? Bagaimanakah relevansi pemikiran Wahbah az-Zuhaili dan Muhammad Syahrur terhadap peraturan perundang-undangan perkawinan di Indonesia? Sumber data yang penulis gunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari buku-buku, dokumen dan lainnya. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan yaitu teknik dokumentasi yang digunakan untuk mengumpulkan serta meneliti bahan pustaka, yang merupakan data sekunder dari judul dan permasalahan dalam penelitian ini, sedangkan teknik analisis dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu menganalisis serta membandingkan persamaan dan perbedaan pendapat Wahbah dan Syahrur. Dalam penelitian ini, metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu dengan cara menganalisa data yang diperoleh dengan ketentuan hukum. Hasil penelitian ini akan menunjukkan adanya titik temu dan perbedaan di antara kedua tokoh tersebut. Perbedaan muncul sebagai akibat ketidaksamaan metodologi pemikiran sebagai landasan dalam memahami masalah yang dikaji. Wahbah menggunakan metode ushul fiqh dalam memahami ayat-ayat tentang perkawinan sedangkan Syahrur menggunakan metode hermeneutika dalam memahami hukum-hukum tentang perkawinan. Mahar menjadi permaslahan yang pertama dalam perkawinan, dimana pendapat Wahbah yang menyatakan mahar merupakan syarat wajib dalam perkawinan berbeda dengan pendapat Syahrur yang menyatakan bahwa mahar hanyalah pemberian sukarela suami terhadap istrinya. Wahbah berpendapat suami wajib untuk mencari nafkah untuk istrinya. Berbeda dengan pendapat Syahrur yang menjelaskan bahwa istri berhak untuk membantu suami mencari nafkah, hal ini dikarenakan istri memiliki hak yang sama untuk berkerja. Wahbah berpendapat untuk poligami suami harus memenuhi syarat yaitu mampu menafkahi istri-istrinya dan dapat berbuat adil terhadap istri-istrinya, berbeda dengan pendapat Syahrur yang menyatakan bahwa syarat istri kedua, ketiga dan keempat, haruslah janda yang memiliki anak. Wahbah berpendapat bahwa perceraian yang dilakukan di persidangan tidak memiliki faedah sama sekali, karena talak hanya ada di tangan suami. Mengenai perceraian Syahrur berpendapat bahwa suami dan istri memiliki hak yang sama untuk mengajukan perceraian di pengadilan agama, hal ini dikarenakan pernikahan yang dilakukan suami istri tersebut dilakukan atas kehendak keduanya, dari perbedaan dan persamaan kedua tokoh ini diharapkan akan memberikan kontribusi pemikiran, terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam
CITATION STYLE
Hidayat, R. E. (2019). Studi Pemikiran Wahbah Al-Zuhaili Dan Muhammad Syahrur Tentang Pernikahan Serta Relevansinya Dengan Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan Di Indonesia. Istinbath : Jurnal Hukum, 16(1), 50–66. https://doi.org/10.32332/istinbath.v16i1.1442
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.