Dalam rangka mewujudkan tujuan perkawinan yang sakinah, mawaddah dan rahmah, Islam telah memberikan arahan dengan adanya penjelasan persyaratan untuk memiliki kemampuan menikah (al-Ba’ah). Namun, terdapat masalah yang menghalangi seseorang ingin menikah dalam lingkup psikis yaitu Wounded inner child. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep al-Ba’ah perspektif Mazhab Syafi’i dan menganalisis tentang Wounded inner child yang ditinjau berdasarkan konsep al-Ba’ah perspektif Fikih Munakahat Mazhab Syafi’i. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis studi kepustakaan (library research). Teknik pengumpulan data yang dipakai ialah studi dokumentasi. Hasil penelitian yang didapatkan, ditemukan adanya dua pendapat dari para ulama Mazhab Syafi’i mengenai konsep al-Ba’ah/kemampuan menikah sebagai berikut: pertama, kemampuan non material yang meliputi kemampuan melakukan hubungan biologis (Jima’). Kedua ialah kemampuan material yaitu kemampuan memenuhi biaya nikah yang terdiri dari kemampuan membayar mahar dan nafkah, disamping itu kemampuan-kemampuan lainnya yang mendukung keberlangsungan pernikahan itu sendiri. Kemudian, bagi penderita Wounded inner child ini dibolehkan menikah sesuai pendapat pertama, sedangkan pendapat kedua memandang tidak diperbolehkannya untuk menikah bagi penderita Wounded inner child yang tidak memenuhi kemampuan-kemampuan yang termasuk dalam konsep al-Ba’ah karena banyaknya mudharat yang akan timbul dari pernikahan tersebut.
CITATION STYLE
Eka, E., & Lafdiyah, M. (2023). Konsep Al-Ba’ah bagi Penderita Luka Batin Masa Kecil/Wounded Inner Child menurut Fikih Munakahat Mazhab Syafi’i. El ’Aailah: Jurnal Kajian Hukum Keluarga, 2(1), 37–48. https://doi.org/10.59270/aailah.v2i1.140
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.