Kepuasan rasa dan nilai estetik yang didapatkan penonton melalui interaksi dalam pertunjukan sering menjadi persoalan yang berujung pada merosotnya aktivitas produksi pergelaran. Beberapa dekade terakhir, ludruk sebagai pertunjukan tradisi berbasis kerakyatan, kini tampak sepi penonton, dan persoalan yang mendasar ketika pertunjukan Irama Budaya sebagai satu-satunya ludruk tobong yang bertahan di Surabaya belum mampu menarik perhatian penonton. Pertunjukan yang diadakan secara live di Gedung Ludruk THR Surabaya, kini bertambah beban permasalahannya ketika media televisi berkembang dan meningkat sangat pesat. Berbagai tayangan hiburan berbasis industri seni popular, sekarang didukung panataan artistik dengan kecanggihan teknologi, namun juga memunculkan persoalan terkait keberadaan kesenian tradisi yang sering diselenggarakan di panggung prosenium. Tayangan media televisi hampir tidak pernah menyisakan waktu kosong sedikitpun, sebaliknya pertunjukan berbasis kerakyatan yang diselenggarakan secara live dianggap ketinggalan jaman dan tidak memberi keuntungan pasar. Persoalan tersebut merupakan "fenomena sosial” yang menarik untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan faktor pendukung, menjelaskan penataan skenografi dan peranan di balik keberadaan pertunjukan ludruk Irama Budaya. Untuk menganalisa penelitian digunakan teori relevan melalui analogi Goffman ditunjang berbagai konsep skenografi. Penelitian dengan metode kualitatif dan pendekatan skenografi ini, lebih menitik-beratkan teknik pengumpulan data lewat observasi, wawancara, dan studi pustaka. Penelusuran faktor-faktor pendukung dan penataan tata artistik menghasil-kan asumsi tentang peranan skenografi di balik keberadaan pertunjukan ludruk Irama Budaya Surabaya
CITATION STYLE
Purnomo, H. (2019). Tata Artistik (Scenografi) dalam Pertunjukan Kesenian Tradisi Berbasis Kerakyatan. JURNAL SATWIKA, 2(2), 95. https://doi.org/10.22219/satwika.vol2.no2.95-106
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.