Abstrak Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan pemanfaatan sengkedan oleh masyarakat dalam merekayasa lahan miring untuk memenuhi kebutuhan akan lahan permukiman dan pertanian. Pemanfaatan sengkedan untuk rekayasa lahan miring oleh masyarakat Sunda sudah dilakukan sejak zaman dahulu dan terus berlanjut hingga saat ini. Teknologi tersebut hingga saat ini masih tetap aktual dalam upaya mengelola lahan miring agar dapat dimanfaatkan sebagai lahan permukiman, pertanian, dan keagamaan. Metode penulisan yang dipergunakan pada tulisan ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penggunaan sengkedan sebagai upaya merekayasa lahan miring merupakan bentuk rekayasa lingkungan oleh masyarakat Sunda dengan tetap mempertahankan keseimbangan alam. Pemanfaatan bagian lereng untuk pemukiman dan pertanian diimbangi dengan mempertahankan bagian puncak sebagai kawasan hutan. Melalui upaya tersebut, daur hidrologi tetap terjaga keseimbangannya, karena ketika turun hujan air masih bisa menyerap ke dalam tanah dan keluar dari dinding teras melalui celah di antara batu. Proses pengelolaan lahan tersebut diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi melalui berbagai ajaran adat dalam bentuk pamali, buyut, tabu atau pantang larang. Perubahan pemanfaatan lingkungan dilakukan dengan tanpa pengrusakan dan keseimbangan ekologi tetap dipertahankan. AbstractThis paper aims to describe the use of swales by public in manipulating sloping land to meet the demand for land settlement and agriculture. Utilization of swales to sloping land engineering by the Sundanese community has been made since ancient times and continues to this day. The technology is still up to date in an effort to manage the sloping land that can be usedas a land settlement, agriculture, and religious. Writing method used in the study is descriptive qualitative approach. The use of swales is an effort to manipulate the manage slopes form of environmental engineering by the Sundanese community by maintaining the balance of nature. The use of the slope for settlements and agriculture is balanced by maintaining the top as a forest area. Through these efforts, the hydrological cycle is maintained balance, because when it rains the water can still absorb into the soil and out of the walls through the gap between the stone terraces. The land management processes passed down from generation to generation through a variety of traditional teachings in the form of taboos, great-grandfather, taboo or forbidden abstinence Change of use of the environment without damaging and ecological balance is maintained.
CITATION STYLE
Hermawan, I. (2015). SENGKEDAN: BENTUK REKAYASA LINGKUNGAN UNTUK PERMUKIMAN DAN PERTANIAN. Patanjala : Jurnal Penelitian Sejarah Dan Budaya, 7(2), 201. https://doi.org/10.30959/patanjala.v7i2.92
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.