Dapat dikatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda bunyi, dan sistem bahasa berfungsi sebagai lambang yang berwujud bunyi. Suatu bahasa memiliki kata-kata yang dilambangkan dengan bunyi atau suara yang diwakilinya. Bunyi yang dihasilkan oleh benda atau suara manusia dapat membentuk sebuah kata (Hastini, 2021). Mounin (2000) berpendapat bahwa onomatope adalah ekspresi bunyi yang mengacu pada bunyi yang terjadi di alam dan meniru bunyi yang didengar. Onomatope bahasa Jepang dan bahasa Jawa dapat berfungsi sebagai ekspresi perasaan (gijougo). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan dan persamaan penggunaan onomatope gijougo di bahasa Jepang dan bahasa Jawa. Informasi dikumpulkan dari kuesioner sebanyak 20 responden mahasiswa sastra Jepang tahun 2018. Data ini dianalisis menggunakan teori Yoshiaki Kurosawa (2014) untuk menunjukkan analisis kontras antara onomatope bahasa Jepang dan bahasa Jawa. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kesamaan pengulangan kata dalam onomatope bahasa Jepang dan bahasa Jawa, namun yang membedakan adalah penambahan afiks di awal dan di akhir kalimat. Selain itu, onomatope bahasa Jepang memiliki kemiripan dengan bahasa Jawa, yaitu Tembung Rangkep Dwilingga Padha Swara dan Dwilingga Salin Swara.Kata Kunci: Analisis Kontrastif, Anomatope, Semantik
CITATION STYLE
Utomo, K. F., & Tabiati, S. E. (2023). Deskripsi Semantik: Analisis Kontrastif Onomatope Gijougo Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa. Kode : Jurnal Bahasa, 12(3). https://doi.org/10.24114/kjb.v12i3.48147
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.