Pernikahan di bawah tangan secara hukum positif tidak diakui namun tetap dianggap sah, akantetapi pernikahan seperti ini sering menimbulkan masalah baik secara perdata bahkan sampai kepada pidana. Permasalahan secara perdata pastinya tidak diakui keabsahan perkawinan mereka, sehingga berimplikasi susahnya mereka mendapatkan akses administrasi lainnya. Sedangkan permasalahan secara pidana biasanya timbul akibat penyalahgunaan dari pernikahan di bawah tangan itu sendiri, penyalahgunaan pernikahan dibawah tangan ini juga terjadi pada Putusan No. 8/JN/2020/MS.KSG. dan N0. 10/JN/2020/MS-KSG di Aceh Tamiang. Di mana dalam putusan tersebut terdakwa (perempuan) telah melakukan pernikahan di bawah tangan kepada dua orang laki-laki dalam waktu yang berbeda tapi sangat berdekatan, padahal status perempuan tersebut masih dalam ikatan perkawinan dengan suaminya yang resmi. Sehingga dengan kejadian ini, Mahkamah Syar’iyah Kuala Simpang memberikan putusan hukum berupa hudud kepada si perempuan masing-masing 100 kali cambukan, karena melalui dua proses persidangan. Putusan ini sendiri dilakukan karena perempuan telah melakukan pengakuan melakukan hubungan badan kepada kedua suami sirrinya (illegal baik secara negara atau juga agama). Dengan demikian tulisan ini sendiri ingin memberikan analisis kenapa hakim Mahkamah Syar’iyah memutuskan hukuman zina kepada pelaku nikah sirri, dan juga menganalisis secara hukum Islam terkait hasil putusan yang telah dijatuhkan.
CITATION STYLE
Abi Hasan. (2021). HUKUMAN BAGI PELAKU ZINA MELALUI NIKAH SIRRI (Studi Kasus Putusan No. 8/JN/2020/MS.KSG. dan N0. 10/JN/2020/MS-KSG.). Legalite : Jurnal Perundang Undangan Dan Hukum Pidana Islam, 6(2), 144–162. https://doi.org/10.32505/legalite.v6i2.3551
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.