Artikel ini mendiskusikan proses transisi kekuasaan dari Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ke Megawati Soekarnoputri. Proses tersebut didahului dengan keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memberhentikan Gus Dur dari jabatan presiden. Banyak yang meyakini bahwa proses pemberhentian tersebut adalah pemakzulan. Artikel ini berpandangan sebaliknya. Proses tersebut hendaknya dikualifikasikan sebagai pemberian mosi tidak percaya ketimbang pemakzulan. Gus Dur menjadi presiden karena mendapatkan kepercayaan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat. Atas dasar itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat juga memiliki kekuasaan untuk memberhentikannya dengan mosi tidak percaya. Kesimpulan ini logis karena hubungan legislatif – eksekutif di Indonesia, sesuai Konstitusi orisinal, ditata berdasarkan kombinasi antara presidensialisme dan parlementarisme. Oleh sebab itu, sesuai sistem parlementer, ketentuan tentang pembubaran pemerintah berada di tangan parlemen, dalam hal ini Majelis Permusyawaratan Rakyat.
CITATION STYLE
Kuswanto, K. (2022). TRANSISI KEKUASAAN DARI ABDURRAHMAN WAHID KE MEGAWATI: SEBUAH CARA PANDANG BERBEDA. Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, 6(2). https://doi.org/10.24246/jrh.2022.v6.i2.p127-142
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.