PENERAPAN SYARIAT ISLAM DALAM SISTEM HUKUM DI PROVINSI ACEH

  • Oktaferani W
  • Jannah A
  • Ramadhanti F
N/ACitations
Citations of this article
54Readers
Mendeley users who have this article in their library.

Abstract

Berlatar belakang dari pecahnya konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ingin memisahkan diri dari NKRI membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyelesaikan konflik tersebut dengan membuat Perjanjian Helsinki pada tahun 2005. Akibatnya, Provinsi Aceh memiliki hak istimewa untuk mengatur pemerintahannya sendiri. Selain perjanjian tersebut, pemberian status istimewa yang terjadi pada 1959 juga memengaruhi hadirnya hak istimewa bagi Provinsi Aceh. Hal ini juga yang menyebabkan munculnya hak bagi kemandirian Aceh untuk mengelola daerahnya sendiri dalam segala bidang. Kemandirian ini menjadikan Aceh dapat mengatur segala urusan daerahnya secara mandiri tanpa campur tangan pemerintah Indonesia. Salah satunya adalah di bidang hukum serta politik. Karena adat yang kental serta memiliki sejarah sebagai kerajaan Islam, penerapan syariat Islam menjadi sesuatu yang biasa. Salah satu penerapannya adalah penggunaan Qanun, yang berarti peraturan, kemudian Jarimah yang berarti tindak pidana, serta Uqubat yang berarti sanksi. Penerapan hukum dengan syariat Islam ini tentu akan memunculkan berbagai pendapat dari masyarakat luas. Entah itu pendapat yang pro dengan hukum tersebut, maupun yang kontra.

Cite

CITATION STYLE

APA

Oktaferani, W., Jannah, A. N., & Ramadhanti, F. (2023). PENERAPAN SYARIAT ISLAM DALAM SISTEM HUKUM DI PROVINSI ACEH. Politea : Jurnal Politik Islam, 5(2), 105–117. https://doi.org/10.20414/politea.v5i2.4429

Register to see more suggestions

Mendeley helps you to discover research relevant for your work.

Already have an account?

Save time finding and organizing research with Mendeley

Sign up for free