PENGEMBALIAN BARANG CACAT SETELAH TRANSAKSI PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

  • Nur Fauzan A
  • Raya M
N/ACitations
Citations of this article
26Readers
Mendeley users who have this article in their library.

Abstract

AbstrakDalam praktik jual beli, saat melakukan transaksi pihak konsumen diwajibkan untuk teliti dalam memilih barang dan pelaku usaha juga diwajibkan untuk menjual barang yang tidak cacat (normal), hal ini dilakukan agar tidak terjadi indikasi yang yang dapat merugikan salah satu pihak. Pokok permasalahan dalam penelitian adalah bagaimana perspektif hukum positif dan hukum islam terhadap barang cacat yang diperdagangkan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara hukum positif dan hukum Islam saling berkaitan mementingkan hak antara pelaku usaha dan konsumen. Akibat yang timbul dari jual beli barang yang mengalami cacat adalah berupa kerugian material juga kerugian fisik yang menimpa pembeli. Hukum positif memberikan ketegasan dan batasan bagi konsumen dan pelaku usaha agar terciptanya keseimbangan saat bertransaksi, juga memberikan sanksi apabila terdapat unsur-unsur perbuatan, kesalahan serta penipuan di dalam praktek jual beli. Cara penyelesaian sengketa dalam hukum positif, dapat dilakukan di pengadilan umum maupun diluar pengadilan. Penyelesaian diluar pengadilan dapat ditempuh melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), mediasi, konsiliasi, atau arbitrase sesuai dengan minat kedua belah yang berperkara. Begitupun dengan hukum islam, Allah swt. dan Rasulullah saw. sangat membenci seorang mukmin yang melakukan kejahatan terhadap sesamanya, khususnya dalam praktek bermuamalah.Kata Kunci : Barang Cacat, Pengembalian, TransaksiAbstractIn the practice of buying and selling, when making transactions, consumers are required to be careful in choosing goods and business actors are also required to sell goods that are not defective (normal), this is done so that there are no indications that can harm one party. The main problem in the research is how the perspective of positive law and Islamic law on traded defective goods. The type of research used in this research is library research, with the approach used in this research is a normative juridical approach. The results of the study indicate that positive law and Islamic law are related to the importance of rights between business actors and consumers. The consequences arising from the sale and purchase of defective goods are in the form of material losses as well as physical losses that befall the buyer. Positive law provides firmness and boundaries for consumers and business actors in order to create a balance when transacting, also provides sanctions if there are elements of actions, mistakes and fraud in the practice of buying and selling. How to resolve disputes in positive law, can be done in general courts or outside courts. Settlement outside the court can be reached through the Consumer Dispute Settlement Agency, mediation, conciliation, or arbitration in accordance with the interests of both parties in the litigation. Likewise with Islamic law, Allah swt. and the Messenger of Allah. really hates a believer who commits crimes against others, especially in the practice of muamalah.Keywords: Defective Goods, Returns, Transactions

Cite

CITATION STYLE

APA

Nur Fauzan, A., & Raya, M. Y. (2021). PENGEMBALIAN BARANG CACAT SETELAH TRANSAKSI PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM. Iqtishaduna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum Ekonomi Syari’ah, 21–30. https://doi.org/10.24252/iqtishaduna.v3i3.23471

Register to see more suggestions

Mendeley helps you to discover research relevant for your work.

Already have an account?

Save time finding and organizing research with Mendeley

Sign up for free