Otonomi Khusus yang telah diberikan kepada rakyat Papua ternyata tidak secara otomatis mengubah tuntutan melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan konflik dan kekerasan masih sering terjadi, tidak jauh halnya pada masa sebelum otonomi khusus diberikan. Kesadaran Hukum yang seharusnya sudah menjiwai jiwa raga warga negara Indonesia, untuk kondisi Papua jauh dari yang seharusnya. Pertikaian, peperangan antar suku, bahkan melawan warga pendatang sudah sering terdengar. Suku-suku yang ada di Papua memang memiliki kebiasaan unik yang memandang dirinya sebagai pusat dari semesta, terbaik dari semua. Sehingga kepemimpinan Papua amat sangat sulit untuk disatukan. Kalaupun muncul ide gagasan Papuanisasi pada dasarnya merupakan buah pendidikan Belanda yang diajarkan kepada masyarakat Papua untuk menumbuhkan rasa nasionalisme tersendiri yang berbeda dengan bangsa Indonesia. Akibatnya muncul gerakan separatisme seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Untuk menghindari adanya disintegrasi bangsa, Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Artinya, masyarakat Papua berhak mengatur daerahnya sendiri dengan ketentuan yang diatur dengan undang-undang. Diharapkan undang-undang ini mampu menjadi obat penenang dari gejolak yang terjadi di Papua. Walaupun masih tetap harus diadakan evaluasi dan perbaikan
CITATION STYLE
Rohim, N. (2015). OPTIMALISASI OTONOMI KHUSUS PAPUA DALAM PENINGKATAN KESADARAN HUKUM MASYARAKAT GUNA MEREDAM KONFLIK DAN KEKERASAN. FIAT JUSTISIA:Jurnal Ilmu Hukum, 8(1). https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v8no1.289
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.