Penetapan ukuran kerugian konstitusional memiliki kedudukan strategis sebagai pintu gerbang atas pengujian norma yang hendak diuji. Mahkamah Konstitusi merumuskan syarat kerugian konstitusional berdasarkan penafsiran Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Doktrin kerugian konstitusional terdiri dari lima syarat yang dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok. Kelompok pertama berisikan unsur-unsur yang harus dipenuhi pemohon terdiri dari (i) adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional dan (ii) ada kerugian. Kelompok kedua merupakan prosedur pengujian mengenai ukuran kerugian yang diderita pemohon yang didalamnya yang terdiri dari (i) bentuk kerugian, (ii) hubungan kausalitas dan (iii) pemulihan kerugian. Kelima syarat ini bersifat kumulatif. Dalam penerapannya, doktrin kerugian konstitusional ini sangatlah dinamis. Ada kecenderungan bahwa doktrin ini menyimpan permasalahan. Tulisan ini berupaya mengidentifikasi masalah yang ada dalam penerapan doktrin kerugian konstitusional. Salah satunya adalah tumpang tindihnya antara pembuktian hak konstitusional pemohon dalam bagian kedudukan hukum dengan pengujian norma dalam pokok perkara. Sedangkan konkretisasi pembuktian unsur kerugian berkelindan dengan pengujiannya dalam kelompok doktrin kedua. Oleh karenanya, tulisan ini berkesimpulan bahwa telah ada kebutuhan untuk melakukan penyempurnaan doktrin kerugian konstitusional dengan melakukan penafsiran ulang atas Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan tidak lagi mencantumkan kelompok pertama dalam doktrin kerugian konstitusional untuk pemeriksaan pengujian Undang-Undang di masa yang akan datang.The concept of constitutional injury is a substantial pre-requisite in the examination of judicial review case. The Constitutional Court drafted the concept as an interpretation of Article 51(1) of the Law on the Constitutional Court. It consists of five conditions that can be classified into two groups. The first group contains elements that must be met by the applicant which are (i) constitutional rights and/or authorities and (ii) injuries. The second group is the test in regard to the size of the injury suffered by the applicant therein consisting of (i) forms of injury, (ii) causality and (iii) redressability. The requirement is accumulative. Yet in practice the doctrine is variedly applied. There is tendency the doctrine itself causes problems. This paper seeks to identify the problems and aimed to give solution to the problem. Two problems are identified, one is an overlap examination of constitutional rights in standing and also in ratio decidendi. Another one is that the injury element in the doctrine intertwined with its own testing in the second group of the doctrine. Therefore, this paper concludes that there is a need to revise the doctrine with reinterpretation of Article 51 (1) of the Law and recommend not to exclude the first group of the doctrine.
CITATION STYLE
Bisariyadi, B. (2017). Membedah Doktrin Kerugian Konstitusional. Jurnal Konstitusi, 14(1), 22. https://doi.org/10.31078/jk1412
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.