Fenomena perubahan iklim telah menimbulkan dampak negatif pada berbagai sektor, mulai dari sektor lingkungan, kesehatan, hingga perekonomian. Mengingat dampak negatif tersebut, pemerintah berupaya melakukan aksi mitigasi dan adaptasi terhadap fenomena perubahan iklim, salah satunya dengan menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) secara berkesinambungan. Untuk melakukan berbagai aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dalam rangka mencapai target NDC, Pemerintah Indonesia memerlukan sumber daya anggaran dalam jumlah yang sangat besar. Menurut KLHK, total kebutuhan pendanaan sejak 2018 sampai 2030 untuk upaya mitigasi dalam rangka mencapai target penurunan emisi GRK adalah sebesar USD 281 miliar atau setara dengan Rp 4.002,4 triliun apabila dikonversikan dengan kurs Rp 14.250/ USD. Sayangnya, anggaran yang mampu dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih belum bisa memenuhi semua kebutuhan pendanaan perubahan iklim tersebut. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengoptimalkan sumber pendanaan lainnya. Sumber pendanaan lainnya yang telah ada sampai dengan saat ini terdiri atas pinjaman dan hibah dari dalam dan luar negeri, kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), donor dari lembaga donor internasional, penerbitan obligasi hijau dan obligasi syariah hijau (green sukuk), maupun dengan melibatkan peran serta swasta seperti CSR. Selain itu, Pemerintah juga akan segera mengimplementasikan penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang terdiri atas perdagangan karbon, pungutan karbon, RBP, dan mekanisme lainnya yang disahkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Harapannya, adanya berbagai alternatif mekanisme pendanaan perubahan iklim ini dapat membantu pemerintah dalam mengoptimalkan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklimnya. Dengan demikian, target penurunan emisi GRK dalam dokumen NDC juga dapat tercapai. Climate change has caused various negative impacts on environment, health, and economic. Therefore, the government committed to reduce greenhouse gasses (GHG) through several mitigation and adaption actions. To do so, the government requires large number of financial resources. Ministry of Environment and Forestry (2021a) reported that total funding needs from 2018 to 2030 to implement mitigation and adaptation actions is about USD 281 billion or Rp 4.002,4 trillion. Unfortunately, the allocation of state budget is still unable to meet the funding needs. Hence, the government has to optimize other resources such as grant, loan, Public-Private Partnership (KPBU), and green bond or green sukuk. Besides that, the government can also involve private sectors to fund the climate change actions through Corporate Social Responsibilities (CSR). In addition, the government will also implement carbon pricing policy which consists of several mechanisms such as carbon trading, carbon tax, result based payment, and other mechanisms authorized by Minister of Environment and Forestry. It is hoped that the existence of various alternative in climate change funding mechanisms can help the government to optimize its climate change mitigation and adaptation actions. Thus, the GHG emission reduction target in the NDC document can also be achieved.
CITATION STYLE
Anggraini, U., Wijaya, S., & Lathif, S. (2023). Tinjauan Kebijakan Pendanaan Perubahan Iklim Di Indonesia. Journal of Law, Administration, and Social Science, 3(1), 72–92. https://doi.org/10.54957/jolas.v3i1.411
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.