KEARIFAN LOKAL DALAM TOPONIMI DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN: SEBUAH PENELITIAN ANTROPOLINGUISTIK

  • Muhyidin A
N/ACitations
Citations of this article
123Readers
Mendeley users who have this article in their library.

Abstract

Bahasa dan budaya merupakan dua sisi mata uang yang berbeda, tetapi tidak dapat dipisahkan, karena bahasa merupakan cermin budaya dan identitas diri penuturnya. Toponim dapat digunakan untuk mempelajari aspek budaya setempat sehingga sangat diperlukan untuk melestarikan warisan budaya bangsa. Bahasa yang digunakan dalam penamaan geografis menunjukkan kekayaan budaya suatu bangsa. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan toponimi di Kabupaten Pandeglang yang menggunakan mofem Ci- (Bahasa Sunda), lema kadu (Bahasa Sunda), dan lema pasir (Bahasa Sunda). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Data yang digunakan dalam tulisan ini berasal dari sumber data tertulis dan sumber data lisan. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan toponim  di Kabupaten Pandeglang yaitu: 1) menggunakan morfem ci- (BI: air); menggunakan lema kadu (BI: buah durian); dan  menggunakan lema pasir (BI: bukit); dan 2) faktor penamaan tersebut berkaitan dengan kondisi geografis dan sosial budaya masyarakat setempat. Language and culture are two sides of a coin; they are inseparable because language is a reflection of the culture and identity of its speaker. Toponyms can be used to study various aspects of the local culture and can help to preserve the nation's cultural heritage. The language used in geographical naming shows the cultural richness of a nation. This study aims to describe the toponymy existing in Pandeglang District, focusing on the morpheme Ci- (Sundanese), kadu entry (Sundanese), and hill entry (Sundanese). This research uses analytical descriptive method. The data used in this paper comes from written as well as oral data sources. The findings revealed that the dominant toponyms in Pandeglang District are as follows: 1) using the morpheme ci- (BI: air); using the entry kadu (BI: durian); and using the entry hill (BI: bukit); 2) the naming factor is related to the geographical and sociocultural conditions of the local community.

Cite

CITATION STYLE

APA

Muhyidin, A. (2018). KEARIFAN LOKAL DALAM TOPONIMI DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN: SEBUAH PENELITIAN ANTROPOLINGUISTIK. Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra, 17(2), 238. https://doi.org/10.17509/bs_jpbsp.v17i2.9661

Register to see more suggestions

Mendeley helps you to discover research relevant for your work.

Already have an account?

Save time finding and organizing research with Mendeley

Sign up for free