AbstrakArtikel ini akan membahas tentang pemaknaan QS. al-Thalaq [65]: 2-3, atau yang disebut dengan ayat seribu dinar oleh kebanyakan masyarakat. Salah satu yang menjadi pembicaran di masyarakat muslim adalah pemahaman dan pengamalan terhadap QS. al-Thalaq [65]: 2-3 dengan dijadikannya sebagai wirid sehari-hari dengan jumlah dan bilangan tertentu, sehingga hal tersebut menuai pro dan kontra tersendiri diakalangan masyarakat muslim. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan penjelasan bagaimana penafsiran dan pemaknaan ayat tersebut yang sebenarnya menurut pandangan para mufasir sendiri khususnya dalam hal ini penulis memilih dan mengkomparasikan penafsiran antara kitab tafsir yang bercorak sufi isyari disini penulis memilih tafsir Rūh al-Ma’ānī karya Imam al-Alusi dengan kitab tafsir yang bercorak bi al-Ra’y (rasional) tafsir Mafatih al-Ghoib karya Imam al-Razi. Dari kajian terhadap kedua tafsir yang berbeda corak tersebut, penulis menemukan bahwa dalam menafsirkan kedua ayat ini, al-Alusi memberikan dua prespektif penafsiran yaitu makna dzahir dan makna batin ayat. Sedangkan al-Razi hanya memberikan satu prespektif penafsiran yang cukup rasional sesuai dengan garis besar pada pembahasan surat.
CITATION STYLE
Mukhlis, A., & Ummi, Z. K. (2020). Pemaknaan Ayat Seribu Dinar (Studi Komparasi antara Tafsir Rūh al-Ma’ānī Karya Al-Alusi dan Tafsir Mafātih al-Ghaib Karya Al-Razi). Al-Tadabbur, 6(1), 51. https://doi.org/10.46339/altadabbur.v6i1.353
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.