Perkembangan teknologi informasi saat ini, juga bermanfaat di bidang pelayanan kesehatan, diantaranya yakni telemedicine. Manfaat dan kemudahan tersebut bukan berarti tidak ada permasalahan, mengingat kedudukan pasien yang lemah sebagai penerima layanan, maka perlu mendapatkan perlindungan hukum. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan, dan kemudian dianalisis secara kualitatif. Perlindungan hukum bagi pasien dalam telemedicine dipahami dari ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (4) dan Pasal 7 Peraturan Konsil Kedokteran Nomor 47 Tahun 2020, yakni menerapkan prinsip kerahasiaan pasien, kewajiban Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik, serta adanya rekam medis. Adanya larangan bagi dokter dalam telemedicine juga sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap pasien. Bagi Fasyankes (Fasilitas Pelayanan Kesehatan) pemberi maupun peminta layanan konsultasi pun harus melakukan registrasi. Kewajiban dan hak pasien dalam telemedicine juga dilindungi, sebagaimana secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 18 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019. Adapun upaya penyelesaian jika terjadi pelanggaran terhadap penyelenggaraan praktik dokter melalui telemedicine yang menimbulkan suatu kerugian bagi pasien, yakni dapat dilakukan pengaduan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, gugatan perbuatan melawan hukum, penyelesaian melalui pengadilan maupun di luar pengadilan.
CITATION STYLE
Lestari, R. D. (2021). Perlindungan Hukum bagi Pasien dalam Telemedicine. Jurnal Cakrawala Informasi, 1(2), 51–65. https://doi.org/10.54066/jci.v1i2.150
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.