Para pihak dalam penyelenggaraan Financial Technology berbasis Peer to peer Lending di Indonesia terdiri dari pemberi pinjaman, penyelenggara dan penerima pinjaman. Sejak adanya penyelenggaraan peminjaman uang berbasis teknologi ini yang menjadi isu utama adalah bentuk perlindungan hukum khusunya bagi pemberi pinjaman, pemberi pinjaman sebagai Investor harus dilindungi agar dananya tidak hilang atau disalahgunakan oleh pihak penyelenggara dan agar dananya tidak hilang akibat gagal bayar oleh pihak penerima pinjaman (debitor). Metode penelitian hukum yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Hasil Penelitian ini yaitu mengetahui Aspek yuridis berupa bentuk perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman dapat dilakukan secara preventif maupun secara represif. Perlindungan hukum secara preventif digunakan untuk mencegah agar tidak terjadi sengketa bisnis pinjam meminjam uang berbasis teknologi. Perlindungan secara preventif tugasnya terletak pada penyelenggara Fintech dimana, penyelenggara harus memenuhi persyaratan mengajukan izin menjadi penyelenggara kepada OJK sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 Peraturan OJK. Perlindungan secara represif yaitu jika telah terjadi sengketa karena kelalaian dan kealasahan dari pihak penyelenggara, maka penyelenggara wajib melakukan ganti rugi sebagaimana disebutkan dalam pasal 37 PJOK No. 77/PJOK.01/2016.
CITATION STYLE
Anita, A., & Rusfandi, R. (2021). ASPEK YURIDIS PENYELENGGARAAN FINANCIAL TECHNOLOGY BERBASIS PEER TO PEER LENDING. Jurnal Jendela Hukum, 8(2), 35–46. https://doi.org/10.24929/fh.v8i2.1577
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.